Laporan wartawan Tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekitar 2 Juta buruh di 150 kabupaten/kota di Indonesia akan melancarkan aksi mogok nasional pada tanggal 6 - 8 Oktober 2020.
Aksi mogok nasional ini dilatarbelakangi kekecewaan buruh terkait pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang baru oleh Pemerintah bersama Badan Legislatif (Baleg) DPR RI, Sabtu (3/10/2020) malam.
Presiden KSPI Said Iqbal menjelaskan, ada tujuh isu di dalam RUU Cipta Kerja yang ditolak serikat buruh.
Baca: KSBSI Klaim Tak Akan Ikut AksI Mogok Nasional Tolak RUU Cipta Kerja, Ini Alasannya
Pertama yakni Upah Minimum Kabupaten (UMK) bersyarat dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) dihapus melalui Omnibus Law Cipta Kerja.
Said Iqbal berpendapat UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada. Sebab, UMK tiap kabupaten/kota berbeda-beda nilainya.
"Akan sangat tidak adil jika sektor otomotif dan sektor pertambangan nantinya akan memiliki nilai UMK yang sama dengan perusahaan baju atau perusahaan kerupuk," katanya saat dihubungi Tribunnews.com, Minggu (4/10/2020).
Baca: Airlangga Hartarto Yakin RUU Cipta Kerja Dapat Mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional
Kedua mengenai perubahan skema penyaluran pesangon melalui Omnibus Law Cipta Kerja.
Pesangon berubah dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar pemerintah lewat BP Jamsostek (BPJS).
Said Iqbal mempertanyakan dari mana BP Jamsostek mendapat sumber dana untuk membayar 6 bulan pesangon.
"BP Jamsostek justru bisa bangkrut dengan skema yang diterapkan melalui Omnibus Law Cipta Kerja ini," ujar dia.
Ketiga yakni Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau kontrak seumur hidup yang tidak ada batas waktu kontrak.
Buruh, kata Said Iqbal, tegas menolak PKWT seumur hidup.
Kelima adalah Outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan.