Sebelumnya outsourcing dibatasi hanya untuk 5 jenis pekerjaan saja.
"Karyawan kontrak tidak boleh seumur hidup, dia harus ada batas waktu kontrak sekitar 2 tahun, diperpanjang 2 tahun, setelah itu harus diangkat karyawan tetap atau dia keluar mencari pekerjaan lain. Masalah outsourcing juga tidak boleh seumur hidup," ucap dia.
Kelima yakni perubahan waktu jam kerja kaum buruh yang dinilai cenderung eksploitatif.
Dalam draft Omnibus Law Cipta Kerja yang dibahas Baleg DPR RI dan Pemerintah, dikatakan waktu kerja buruh per hari maksimal 8 jam kerja dan dalam satu minggu maksimal 40 jam kerja.
"Dengan demikian, bisa terjadi buruh itu bekerja dari Senin - Minggu, tidak ada libur. Kalau Senin - Sabtu itu kan enam hari jam kerjanya per hari 6 jam saja, ditambah hari Minggunya kerja 4 jam. Jadi Senin - Minggu kerja, kapan liburnya," ujar dia.
Keenam yakni mengenai hak. Said Iqbal mengungkapkan, melalui skema Omnibus Law Cipta Kerja, hak cuti dan hak upah atas cuti bagi kaum buruh hilang. Itu termasuk untuk hak cuti haid dan melahirkan bagi pekerja perempuan.
"Contoh cuti haid, di Omnibus Law memang masih ada cuti haid dan melahirkan, tapi hak upahnya hilang. Kalau di UU nomor 13, kalau perempuan mengambil cuti haid dua hari dalam satu bulan, upahnya tidak dipotong," katanya.
"Dengan Omnibus Law itu dipotong upahnya. Bisa dipastikan buruh perempuan tidak akan mengambil cuti haid karena upahnya dipotong. Terkesan dipaksa kerja melalui sistem, ini yang saya sebut eksploitasi. Jadi sangat liberal, Amerika saja tidak seperti ini," sambung dia.
Ketujuh yakni potensi hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan karena karyawan bisa dikontrak dan outsourcing seumur hidup.
Said Iqbal menjelaskan, dari tujuh isu yang dipersoalkan buruh, ada empat yang paling utama.
Di antaranya yakni kembalikan UMK dan UMSK, karyawan dan outsourcing tidak boleh dikontrak seumur hidup, pesangon tidak boleh dikurangi, dan masalah waktu kerja yang dinilai sangat eksploitatif.
"Waktu kerja itu bisa saja fleksibel tapi tetap ada waktu libur," katanya singkat.
Said Iqbal, selaku Presiden KSPI, mengimbau agar aksi mogok nasional kaum buruh bisa berlangsung damai. Ia mengingatkan, bahwa aksi ini berlandaskan konstitusi. Diharapkan tidak ada anarkisme yang terjadi selama tiga hari mogok nasional.
"Lakukan dengan tertib, damai, dan hindari hal-hal yang anarkis yang melanggar undang-undang. Mogok ini adalah mogok damai, dan mekanismenya memakai landasan hukum. Oleh karena itu, ini adalah mogok konstitusional, tidak seperti yang dipikir surat APINDO dan Kadin yang menyatakan mogok kerja, salah," pungkas dia.