TRIBUNNEWS.COM - Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja di Istana Negara, pada Kamis (8/10/2020) kemarin.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa menuntut pemerintah untuk membatalkan UU Cipta Kerja yang telah disahkan 5 Oktober lalu.
Mereka juga meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait UU Cipta Kerja.
"Secara narasi, kita sepakat menolak dan mengusahakan alternatif lain seperti JR (judicial review)."
"Dan mendesak Presiden untuk mengeluarkan perppu," kata Koordinator Media Aliansi BEM SI, Andi Khiyarullah seperti dikutip dari tayangan Kompas TV Kamis (8/10/2020).
Baca: Imbas Aksi Tolak UU Cipta Kerja, Pemkot Malang Rugi hingga Rp 200 Juta: Ini Kericuhan Demo Terparah
Andi mengatakan, aksi kali ini akan diikuti oleh 5.000 mahasiswa yang berasal dari 300 kampus.
Para peserta aksi juga tidak hanya berasal dari kawasan Jabodetabek, tetapi daerah lainnya seperti Sumatera hingga Sulawesi.
Baca: Seorang Pedagang Siomay jadi Korban Bentrok Demo Tolak UU Cipta Kerja, Gerobak dan Dagangan Hancur
Berbagai aksi yang digelar di penjuru Indonesia membuat pengusaha angkat bicara.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional, Shinta Widjaja Kamdani mengaku heran mengetahui aksi demo mahasiswa.
Sebab, menurutnya, UU Cipta Kerja justru dibutuhkan oleh para mahasiswa untuk mencari kerja.
Hal itu lantaran UU Cipta Kerja berpotensi menarik pengusaha untuk investasi dalam jangka pendek, menengah hingga jangka panjang.
Sehingga mampu menciptakan lapangan kerja bagi mahasiswa maupun siswa yang telah lulus mengenyam pendidikan.
Baca: Ricuh Aparat dan Mahasiswa Pecah saat Demo Tolak UU Cipta Kerja, Massa Bar-bar Hendak Memalang Truk
"Menurut saya ini mahasiswa yang paling membutuhkan. Mereka kan butuh lapangan pekerjaan."
"Makanya saya tidak mengerti mengapa penilaiannya bertolak belakang," kata Shinta, dikutip dari Kompas.com.