Susi melihat di tengah pandemi ini, masyarakat Indonesia harus jeli melihat peluang. Bahkan, menurut dia, ini adalah kesempatan bagi Indonesia untuk bangkit memproduksi untuk pasarnya sendiri.
"Apapun itu, jadi kalau saya tahu di belakangan sebelum covid di Pangandaran banyak souvenir baju-baju pantai. Itu banyak batiknya itu bukan produksi dalam negeri tapi impor dari China. Jadi bukan lagi dari Klaten, Solo, Jogja. Datang dari sana tapi impor," kata Susi.
Susi menyarankan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) meminta kepada pemerintah untuk membatasi produk impor di saat pandemi, misal produk makanan atau pakaian.
Sehingga pelaku UMKM bisa berkembang, dan Indonesia bisa mandiri memenuhi pasar dalam negeri.
"Sejelek-jeleknya ekonomi Indonesia kita masih sehari kalau setiap orang butuh 100 gram nasi saja sekian juta ton kalau hanya 50 persen yang makan nasi sudah 135 juta orang kali 100 gram berapa ton per hari. Itu baru nasi saja. Belum makanan lain. Kebutuhan akan baju rumah misalnya masa pakaian saja harus impor," tutur Susi.
Baca juga: Respon Tegas Susi Pudjiastuti soal Kebijakannya Dinilai Kerap Bertentangan dengan Edhy Prabowo
Namun pelaku UMKM juga harus tahu apa yang dibutuhkan oleh pasar Indonesia. Produk apa yang hendak diproduksi, dan pasar mana yang disasar.
"Kita pikirkan siapa yang akan beli produk kita, kalangan muda, tua, pasar lokal, regional, Eropa atau Amerika atau domestik. Kita bagi lagi middle income class, high end," ucap Susi.
Susi memandang ketika vaksin Covid-19 ada, belum tentu persoalan akibat pandemi termasuk persoalan ekonomi akan langsung selesai. Karena itu pemerintah perlu merancang strategi untuk dua tahun ke depan.
"Harus memastikan setelah dua tahun lewat produk mereka punya tempat untuk domestik. Kalau pintu (impor) terbuka lebar UMKM itu kecil dan tidak bisa bersaing," tegas Susi. (tribun network/denis)