"Perusahaan ekpedisi PT ACK ini, sebelumnya bukan perusahaan ekspedisi," ucapnya.
Nurul menjelaskan PT ACK ini merupakan format baru dari sebuah perusahaan ekspedisi lain, yakni PT PLI.
"Tapi, PT PLI lah yang benar-benar merupakan ekspedisi."
"Karena mau digunakan untuk ekspor benih, maka dimasukkan saham-saham PLI dan beberapa orang tambahan baru yang memiliki askes pada KKP," ujarnya.
Ia menjelaskan kembali secara hukum, perusahaan yang terseret bukan PT PLI, namun PT ACK.
"Secara hukum, bukan PT PLI, tapi PT ACK yang merupakan format baru di PT PLI."
"Untuk mendapatkan proyek pengiriman khusus benih benur (lobster) ini, kemudian berubah menjadi PT ACK, yang di dalamnya ada saham PT PLI dan saham pihak nomini dari KKP," jelas Nurul.
Ternyata saat ditelusuri, hasil ekspedisi ini mengalir ke pada pihak-pihak nomini yang telah ditangkap Rabu (25/11/2020) kemarin.
"Karena PT ACK ini, ada beberapa saham, ternyata pemegang sahamnya itu pihak nomini."
"Setelah hasilnya itu masuk ke mereka (nomini), ternyata mengalir ke beberapa pihak, salah satunya Mantan Menteri KKP tersebut," ucap Nurul.
Nurul mengatakan, hal inilah yang menunjukkan adanya kasus korupsi dalam ekspor benih lobster ini.
"Seakan-akan sengaja dibentuk, memang untuk memusatkan bisnis ekspedi itu supaya termonopoli."
"Ekspedisinya dibuat termonopoli oleh PT ACK," ucap Nurul, wakil ketua KPK ini.
(Tribunnews.com/Shella)