Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA -- Penangkapan dua orang menteri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam beberapa waktu belakangan ini menjadi angin segar bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.
Hal ini terjadi, karena sebelumnya lembaga antirasuah tersebut sudah diragukan menjadi lembaga yang ampuh memberantas korupsi di negeri ini.
Pujian pun datang langsung dari Indonesia Corruption Watch (ICW), lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang selama ini getol mengkritik mulai dari Undang-Undang KPK, masalah internal KPK hingga kasus mantan politikus PDIP Harun Masiku.
Dengan masalah yang ada, sejumlah pihak pun meragukan lembaga pimpinan Forli Bahuri akan independen memberantas korupsi.
Baca juga: Selain Juliari Batubara, Ini Daftar Menteri Sosial Lainnya yang Pernah Ditangkap KPK
Dengan penangkapan dua orang menteri yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, secercah harapan kini muncul lagi untuk mengandalkan lembaga tersebut.
Juliari selain menjabat sebagai Mensos ia juga menjadi wakil bendahara umum PDI Perjuangan, atau partai penguasa saat ini.
Dengan penangkapan Juliari, KPK pun dianggap tetap independen dalam memberantas korupsi dan ditakuti oleh para koruptor.
Apresiasi ICW
Kini ICW mengapresiasi kerja keras para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang selama dua pekan terakhir berhasil meringkus deretan pejabat publik.
Terbaru, KPK menetapkan Mensos Juliari Batubara sebagai tersangka atas dugaan kasus dana bansos Covid-19.
Baca juga: Sebelum Ditangkap KPK, Mensos Sempat Imbau Warga Gunakan Bansos Sebijaknya: Jangan Dibelikan Rokok
"Jerih payah para pegawai KPK itu dilakukan di tengah himpitan langkah penindakan karena adanya UU KPK baru," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan yang diterima, Minggu (6/12/2020).
Akan tetapi, pasca deretan penangkapan ini, Kurnia mempertanyakan apakah seluruh pimpinan mendukung langkah tim penindakan.
"Ini penting, sebab berkaca pada kasus sebelumnya yakni Harun Masiku terlihat tidak ada dukungan dari sebagian besar pimpinan KPK terhadap tim penyelidik maupun penyidik," kata Kurnia.
Hal tersebut, dikatakan Kurnia, dibuktikan dengan pemulangan Kompol Rossa, perombakan tim satuan tugas, dan pembiaran dugaan penyekapan di PTIK.
Baca juga: Penampakan Mensos Juliari Batubara Diborgol dan Pakai Rompi Tahanan KPK
"Kami tentu berharap hal-hal semacam itu tidak terjadi lagi yang saat ini sedang ditangani oleh KPK," tambahnya.
Kurnia kembali menyingging bahwa UU yang baru masih melemahkan KPK, terutama dalam hal upaya paksa (penyitaan, penggeledahan, dan penyadapan) dengan adanya mekanisme perizinan Dewan Pengawas.
"UU KPK baru juga membuka kemungkinan bagi KPK menghentikan perkara melalui penerbitan SP3. Intinya, seluruh aspek penindakan yang disinggung dalam UU KPK baru secara terang benderang menyulitkan langkah pegawai KPK," lanjutnya.
"Tak hanya persoalan UU, rendahnya komitmen sebagian besar pimpinan KPK terhadap penindakan juga menjadi problematika sendiri. Sebagaimana diketahui bersama, mayoritas pimpinan KPK saat ini terlihat hanya menitikberatkan pemberantasan korupsi melalui mekanisme pencegahan," pungkasnya.
Tak Pandang Bulu
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai bahwa penetapan tersangka Menteri Sosial Juliari Batubara merupakan salah satu indikator komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memberantas korupsi.
Pasalnya seorang menteri aktif kembali dijerat kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurutnya menteri dari PDIP, partai pengusung utama, sekaligus partai Presiden sendiri tetap dijerat oleh KPK karena dugaan kasus korupsi.
"Ini baru salah satu indikator ya bahwa Presiden berkomitmen dalam pemberantasa korupsi," kata Karyono saat dihubungi, Minggu, (6/12/2020).
Menurutnya kasus yang menjerat Menteri Sosial Juliari Batubara dan juga Menteri KKP Edhy Prabowo tidak bisa dilepaskan dari keberhasilan presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menjaga legitimasi KPK.
Di bawah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK tetap dapat melakukan penindakan kepada pejabat tinggi.
"Kalau keberhasilan ya presiden dan KPK juga kalau kita merujuk pada UU yang baru direvisi ya," katanya.
Selain itu menurutnya yang jelas dari penetapan tersangka Juliari tersebut, menandakan bahwa pemberantasan korupsi tidak pandang bulu. Menteri dari partai pengusung utama sekaligus partai presiden sendiri tetap dijerat KPK.
Belum lagi sebelumnya Edhy Prabowo, Menteri dari Partai Gerindra yang merapat ke pemerintahan juga ditangkap lembaga anti-rasuah karena dugaan suap.
"Ini sinyal positif dalam pemberantasan korupsi yang tanpa pandang bulu," katanya.
Namun menurut Karyono, penetapan dua menteri aktif tersebut belum bisa dikatakan Presiden berhasil dalam melakukan pemberantasan korupsi.
Karena menurutnya penilaian tersebut harus dilihat secara keseluruhan hingga akhir masa jabatan.
"Belum bisa di adjust Presiden berhasil memberantasan korupsi. Harus dilanjutkan ketegasan seperti ini. Harus terus menerus jangan sampai hanya terkesan membentuk opini publik saja, oleh karenanya harus konsisten kedepannya," pungkas dia.
Sebelumnya Presiden Jokowi mengatakan menghormati proses hukum yang tengah berjalan di KPK terkait penetapan Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai tersangka.
Hal tersebut disampaikannya di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Minggu, (6/12/2020).
“Kita hormati proses hukum yang tengah berjalan di KPK dan perlu juga saya sampaikan bahwa saya sudah ingatkan sejak awal kepada para menteri Kabinet Indonesia Maju: Jangan korupsi!” kata Presiden.
Presiden juga menegaskan tidak akan melindungi yang terlibat korupsi dan pemerintah akan terus konsisten mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
“Saya tidak akan melindungi yang terlibat korupsi dan kita semuanya percaya KPK bekerja secara transparan, secara terbuka, bekerja secara baik, profesional,” pungkas Presiden. (Reza Deni/Taufik Ismail/Trbunnews.com)