TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban memastikan, vaksin yang masih dalam tahap uji klinis fase 3 bisa digunakan.
Namun dalam penggunaannya, pakar epidemiologi Universitas Indonesia (UI) ini mengatakan, harus disertai dengan syarat-syarat tertentu.
Syarat yang dimaksud yaitu perusahaan penyedia vaksin harus sudah memiliki interim report atau laporan yang diperlukan pada saat tertentu, tentang hasil uji klinis fase ketiga yang sudah dilakukan di sejumlah negara.
Setelahnya, lanjut Zubairi, penggunaan vaksin yang masih masuk tahap uji klinis fase ketiga tersebut harus mendapatkan izin darurat (emergency use authorization) dari lembaga yang berwenang di suatu negara.
Misalnya di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM).
Baca juga: Melanie Subono Akui Belum Percaya Vaksin Covid-19 yang Disiapkan Pemerintah
"Begitu BPOM mengeluarkan izin emergency use authorization tentu kita sambut baik. Dan Presiden sendiri sudah menyampaikan akan digratiskan bagi seluruh penduduk. Tentu kita dukung keputusan ini," kata Zubairi, Sabtu (19/12/2020).
"Sekali lagi, untuk aman dan efektif itu kewenangan ada di Badan POM. Jadi kami menunggu sekali keputusan dari Badan POM," sambungnya.
1,2 juta vaksin Covid-19 Sinovac tahap pertama telah tiba di Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta.
Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto mengatakan, 1,2 juta vaksin Covid-19 Sinovac tahap pertama yang telah tiba itu, masih menunggu izin penggunaan oleh BPOM.
"Pemerintah hanya akan menyediakan vaksin yang terbukti aman dan lolos uji klinik," kata Terawan pada keterangan pers yang diselenggarakan oleh Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin (7/12/2020) lalu.
Berkaitan dengan izin penggunaan vaksin tersebut, Kepala BPOM Dr Ir Penny K Lukito MCP dalam konferensi pers terkait perkembangan uji klinik vaksin Covid-19, Kamis (19/11/2020) mengatakan bahwa izin edar atau Emergency Use Authorizathion (EUA) kemungkinan besar baru bisa dikeluarkan pada minggu ketiga atau keempat bulan Januari 2021 mendatang.
"Kerja sama bersama (berbagai pihak terkait) untuk menuju ekspektasi kita ke depan adalah pemberian EUA pada minggu ke-3 atau ke-4 bulan Januari (2021)," kata Penny.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik kebijakan penanganan Covid-19 pemerintah.
Ketua Umum YLKI Tulus Abadi menyatakan, kebijakan pemerintah terkait penangan Covid-19 khususnya pada periode libur Natal dan Tahun baru terkesan belum jelas.
Kebijakan yang masih naik turun ini, lanjut Tulus, membuat Indonesia menjadi negara dengan rating nomor satu di Asia Tenggara terkait banyaknya kasus Covid-19.
Tulus juga menyoroti kebijakan Rapid Test Antigen yang saat ini menjadi syarat untuk melakukan perjalanan menggunakan pesawat.
Menurutnya, dengan kebijakan ini berpotensi adanya antrean panjang di bandara karena Rapid Test Antigen ini.
Baca juga: Pengembang Sputnik V Targetkan 80 Persen Warga Rusia Bisa Dapatkan Vaksin pada 2021
"Selain itu, kebijakan tersebut juga merugikan berbagai pihak mulai dari masyarakat dan juga swasta. Saat ini banyak yang melakukan refund tiket, dan itu menjadi masalah besar bagi para pebisnis swasta," kata Tulus kemarin.
Ia juga menjelaskan, para pelaku bisnis travel hingga hotel terdampak kebijakan tersebut akibat masyarakat yang membatalkan perjalanannya.
"Sekitar Rp 300 miliar total refund yang harus dikembalikan kepada pembeli tiket, dan ini menimbulkan masalah baru," ucap Tulus.
Pada dasarnya, lanjut Tulus, protokol kesehatan di bandara dan pesawat sudah bagus dan bahkan di SCP sudah dipasangi sinar UV untuk membunuh bakteri serta virus pada barang bawaan penumpang.
Selain itu dengan teknologi di dalam pesawat juga menjamin para penumpang dalam keadaan sehat. Ditambah lagi adanya pembatasan penumpang, sehingga kontak dengan orang lain pun terhindarkan. (tribun network/ilham/hari)