TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana menyambut baik sikap Kedutaan Besar Jerman untuk Indonesia terkait kedatangan seorang staf diplomatiknya ke Markas Front Pembela Islam (FPI) di Petamburan, Jakarta.
Kedubes Jerman telah mengakui seorang stafnya mendatangi Markas FPI.
Kedubes Jerman akan segera meminta pegawai yang mendatangi Markas FPI untuk mempertanggungjawabkan ke pemerintah di Jerman.
"Istilah ini merupakan penghalusan dari dipulangkannya pegawai tersebut. Tindakan Kedubes Jerman sudah tepat bukan karena ada tekanan dari pemerintah Indonesia seolah kebijakannya berbalik arah,"” ujar Hikmahanto ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (21/12/2020).
Dalam hukum internasional, dia menjelaskan, sebuah negara dilarang untuk melakukan intervensi dalam urusan domestik negara lain (non-intervention principle).
Baca juga: Diplomat Kedubes Jerman Datangi Markas FPI Murni Inisiatif Sendiri
"Tindakan memulangkan merupakan wujud dari keseriusan Kedubes Jerman agar tindakan pegawainya yang bodoh tidak diasosiasikan sebagai kebijakan Kedubes bahkan negara Jerman," jelasnya.
Menurutnya, kejadian ini jadi pembelajaran berharga bagi para diplomat tidak seharusnya melakukan tindakan-tindakan yang dapat dipersepsi sebagai turut dalam urusan dalam negeri negara lain, terlebih menggunakan fasilitas diplomatik, seperti mobil dengan pelat nomor diplomatik.
Klarifikasi
Kedutaan Besar (Kedubes) Jerman mengklarifikasi kedatangan salah seorang stafnya ke markas Front Pembela Islam (FPI) di Petamburan, Jakarta Pusat.
Dalam keterangan tertulis dari Kedubes Jerman, pihaknya menyatakan penyesalan atas kesan yang ditimbulkan dari kunjungan staf mereka ke markas FPI.
"Kedutaan Besar Jerman menyesali kesan yang telah ditimbulkan peristiwa ini di mata publik serta mitra-mitra Indonesia kami. Kami menegaskan bahwa tidak ada tujuan politis apa pun di balik kunjungan tersebut," demikian keterangan tertulis Kedubes Jerman yang dilansir dari situs Deutsche Welle, Senin (212/12/2020).
Kementerian Luar negeri (Kemenlu) telah memanggil Kepala Perwakilan Kedutaan Jerman di Jakarta untuk meminta klarifikasi dan menyampaikan protes atas kegiatan Staf Kedutaan Jerman di Jakarta yang mendatangi markas FPI.
Dalam pertemuan tersebut Kepala Perwakilan Kedutaan Besar Jerman membenarkan keberadaan staf mereka di sekretariat FPI.
Menurut rilis Kemenlu, Kepala Perwakilan Kedubes Jerman menyampaikan bahwa keberadaan staf Kedubes Jerman di tempat tersebut adalah atas inisiatif pribadi, tanpa mendapatkan perintah atau sepengetahuan pimpinan Kedutaan Besar Jerman.
Baca juga: Kunjungan Staf Kedubes Jerman ke Markas FPI Dinilai Kesalahan Fatal
Atas kejadian itu, Kepala Perwakilan Kedubes Jerman menyampaikan permintaan maaf dan penyesalannya atas kejadian tersebut.
Kepala Perwakilan Kedubes Jerman juga menyangkal isi berbagai pernyataan yang disampaikan salah satu pimpinan FPI.
Kesalahan Fatal
Anggota Komisi I DPR Abdul Kadir Karding menilai kunjungan staf diplomatik Kedutaan Besar (Kedubes) Jerman ke Markas Front Pembela Islam (FPI) di Petamburan, merupakan kesalahan fatal.
"Karena ini dapat diduga bagian dari ikut campur urusan dalam negeri orang dan ini bagi kami tentu sangat fatal, sangat tidak patut dilaksanakan," ujar Karding saat dihubungi, Jakarta, Senin (21/12/2020).
Menurutnya, Kedubes Jerman harus meminta maaf kepada negara dan memberikan sanksi kepada stafnya yang melakukan kesalahan.
Pakar intelijen dari The Indonesia Intelligence Institute, Ridlwan Habib mencurigai tindakan diplomat Jerman yang mengunjungi markas Front Pembela Islam (FPI), di Pertamburan Jakarta, beberapa waktu lalu.
Ridlwan menegaskan, diplomat asing melakukan tindakan spionase bisa diusir paksa.
Apalagi menurut Kedutaan Besar Jerman untuk Indonesia tindakan itu, inisiatif pribadi si diplomat dan bukan perintah resmi pemerintah Jerman.
"Tindakan itu mencurigakan dan patut diduga melakukan tindakan spionase atau mata mata," ujar Ridlwan Habib ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (21/12/2020).
Kedubes Jerman di Jakarta mengakui ada staf diplomatiknya yang datang ke FPI Petamburan pada Jumat lalu.
Menurut Kedubes, tindakan itu inisiatif pribadi si diplomat dan bukan perintah resmi pemerintah Jerman. Menurutnya, upaya diam diam diplomat Jerman itu sangat mencurigakan.
Baca juga: Kedubes Jerman Disebut Minta Maaf, Stafnya Dicurigai Lakukan Aksi Spionase
"Apalagi saat ini sedang ada kasus hukum yang dialami anggota FPI, tindakan diplomat Jerman itu janggal," ujar alumni S2 Kajian Intelijen UI itu.
Ridlwan menjelaskan, diplomat sering digunakan sebagai cover atau kedok agen intelijen resmi bekerja. Hal itu lazim dilakukan oleh berbagai negara.
"Namun jika terbukti melakukan tindakan spionase secara terang-terangan, bisa diusir paksa, persona non grata," tegasnya.
Hal itu sudah sesuai dengan pasal 3 Konvensi Jenewa yang mengatur hak hak dan kekebalan diplomatik.
"Seorang diplomat asing dilarang keras melakukan tindakan mata mata di negara tempat tugasnya. Menlu berhak mengusir diplomat itu," kata Ridlwan.
Dia mencontohkan, sebuah peristiwa tahun 1982. Saat itu oknum diplomat Rusia bernama Finenko tertangkap melakukan kegiatan spionase dengan membeli informasi pada oknum tentara bernama Susdaryanto.
"Mereka tertangkap satgas operasi Pantai Bakin dan Finenko langsung dipulangkan paksa," katanya.
Ridlwan menilai tindakan kunjungan diam diam diplomat Jerman yang tidak diakui sebagai perintah resmi sudah cukup sebagai bukti.
"Kemlu RI bisa meminta identitas lengkap diplomat Jerman itu dan mendesak agar yang bersangkutan pulang ke Jerman, " jelasnya. (rina/seno/malau/deni/tribunnetwork/cep)