TRIBUNNEWS.COM - Gatot Eddy Pramono, atau Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono masuk dalam daftar nama calon Kapolri yang diajukan Komisi Kepolisian Indonesia (Kompolnas) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Komjen Gatot Eddy Pramono merupakan satu dari lima nama Komjen yang nantinya dipilih Jokowi untuk kemudian disodorkan kepada DPR untuk mendapat persetujuan dan menjalani fit and proper test atau uji kepatutan dan kelayakan.
Seperti diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, lima calon Kapolri diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD yang mengatakan sudah menyerahkan nama-nama calon Kapolri.
Baca juga: DAFTAR Nama 5 Calon Kapolri yang Diajukan Kompolnas ke Jokowi, Ada Gatot Eddy hingga Listyo Sigit
Hal tersebut disampaikan Mahfud MD yang juga Ketua Komisi Kepolisian Indonesia (Kompolnas) lewat akun Twitter-nya, @mohmahfudmd.
"Mengonfirmasi berbagai berita: benar penjelasan Pak Benny Mamoto dan Pak Wahyudanto dari Kompolnas bhw selaku Ketua Kompolnas saya sdh menyerahkan nama2 calon Kapolri utk dipilih oleh Presiden agar diajukan ke DPR."
"Yg diajukan semua jenderal bintang 3, tdk ada yg msh bintang 2," tulis Mahfud MD sebagaimana dikutip Tribunnews.com, Jumat (8/1/2021).
Sementara itu, nama Komjen Gatot santer dikabarkan masuk dalam kandidat calon kapolri pengganti Jenderal Polisi Idham Azis yang purna tugas Februari mendatang.
Lalu siapa profil Gatot Eddy Pramono?
Baca juga: Bocoran Anggota Dewan soal Calon Kapolri: Jago Bidang Humas sampai Reserse, Siapa Jenderal Itu?
Eks Kapolda Metro Jaya
Gatot Eddy Pramono merupakan Wakapolri menggantikan Komjen Ari Dono berdasarkan Surat Telegram Nomor ST/188/IKEP/2019 tertanggal 22 Januari 2019.
Sebelum menjadi Wakapolri, Gatot Eddy pernah mengemban jabatan tertinggi di Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Mengutip dari Kompas.com dari sumber Tribratanews.polri.go.id, Gatot Eddy Pramono menjabat Kapolda Metro Jaya menggantikan Irjen Pol Idham Azis yang dirotasi ke Bareskrim Polri.
Sebelum menjadi Kapolda Metro Jaya, Gatot Eddy Pramono sempat menduduki beberapa jabatan.
Pria kelahiran Solok, Sumatera Barat pada 28 Juni 1965 merupakan perwira tinggi lulusan Akpol pada tahun 1988.
Sepanjang kariernya, ia pernah dipercayakan menjadi Kapolres Blitar, Sekretaris Pribadi Kapolri, dan Kapolres Metro Depok (2008).
Selanjutnya, ia pernah menjabat Kapolres Metro Jaksel (2009), Direktur Reskrimum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya (2011), Analis Kebijakan Madya bidang Pidum Bareskrim Polri (2012), Kabagdukminops Robinops Sops Polri (2013).
Ia juga pernah menduduki posisi Karolemtala Srena Polri (2014), Wakapolda Sulsel (2016), Staf Ahli Sosial Ekonomi (Sahlisosek) Kapolri (2017) dan yang terakhir Gatot menjabat sebagai Asisten Perencanaan dan Anggaran (Asrena) Kapolri.
Baca juga: Mengenal Komjen Pol Agus Andrianto, Disebut-sebut Calon Kuat Kapolri Pengganti Idham Azis
Tahun 2018, Gatot juga dipercaya menjadi Ketua Satgas Nusantara.
Satgas ini dibentuk agar Pilkada Serentak 2018 bisa berjalan aman.
Gatot dirotasi menjadi Kapolda Metro Jaya .
Surat telegram tersebut ditandatangani Asisten Kapolri bidang SDM Irjen Eko Indra Heri.
Bekuk Pemimpin Rampok Lintas Provinsi
Jejak prestasi Gatot Eddy terekam pada 2012 lalu saat masih menjabat sebagai Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya dan berpangkat Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol).
Saat itu ia berhasil membekuk kelompok penjahat incaran empat Kepolsian Daerah.
Hingga tiba saatnya peringkusan pemimpin kelompok John Tamba tertangkap.
Dikutip dari Kompas.com, Subdirektorat Reserse Mobil Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menangkap enam orang pelaku perampokan lintas provinsi yang biasa beroperasi di Sumatera Utara, Tangerang, Banten, dan Bogor.
Aksi komplotan ini cukup beringas karena selalu menggunakan kekerasan terhadap korbannya memakai senjata api dan senjata tajam.
Mereka selalu mencari-cari tempat brankas dan menggasak semua uang tunai dan barang berharga lainnya.
Total kerugian yang diakibatkan komplotan ini mencapai miliaran rupiah.
Ada enam orang pelaku yang tergabung dalam komplotan ini.
Semua pelaku berhasil ditangkap di Tangerang pada Kamis (12/1/2012) malam.
Keenam pelaku tersebut yakni John Tamba alias Kapten, Parlindungan Sianturi (31), James Sitohang (37), Bornok (21), Antonius Tambunan (36), dan Thamrin Siagian (37).
Pemimpin komplotan ini, Kapten, ditembak kakinya oleh aparat kepolisian saat berusaha kabur dari kepungan aparat.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Gatot Eddy Pramono menjelaskan, para pelaku itu selalu menyasar brankas pabrik ataupun perkantoran.
"Sasaran mereka adalah pabrik, perkantoran, dan selalu mencari brankas. Sebelum membuka brankas, pelaku selalu mengancam korban dengan senjata yang dibawanya," ungkap Gatot, Jumat (13/1/2012), di Mapolda Metro Jaya.
Pelaku juga selalu melumpuhkan terlebih dulu petugas keamanan yang menjaga, seperti mengikat tangannya, ditembak, ataupun ditusuk dengan senjata tajam.
Aksi komplotan ini, diakui Gatot, cukup sulit terlacak.
Pasalnya, mereka selalu berpindah-pindah tanpa pola dan menyasar target baru.
Tercatat selama tahun 2011 lalu, sudah ada enam kasus perampokan yang melibatkan komplotan ini, yakni dua kasus di Bogor, satu kasus di Banten, dan tiga kasus di Tangerang.
Polda Metro Jaya menangani tiga kasus perampokan di Tangerang, tepatnya di Panongan, Balaraja, dan Kota Tangerang.
"Jadi komplotan ini sudah menjadi incaran empat Polda," kata Gatot.
Kasubdit Resmob Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Herry Heryawan mengatakan, pelaku dibekuk di Jalan Raya Kebon Nanas, di dekat Restoran Nelayan, Tangerang Kota.
Saat itu para pelaku yang menggunakan mobil Toyota Avanza warna silver B 944 WI tengah menjemput pemimpin komplotannya, yakni Kapten.
Ketika mereka tiba di rumah Kapten, polisi langsung menyergap.
Namun, Kapten berusaha melarikan diri.
"Akhirnya kami lumpuhkan dengan tembakan di kaki. Sekarang yang bersangkutan sedang dirawat di RS Polri Kramat Jati," tutur Herry.
Polisi juga menyita sejumlah barang bukti seperti pisau, senjata api jenis pistol, linggis, celurit, kapak, ponsel berbagai merek, cincin emas, dan uang tunai Rp 55 juta.
Komplotan pelaku kini masih menjalani pemeriksaan mendalam di Polda Metro Jaya.
Mereka dijerat dengan Pasal 365 KUHP tentang Pencurian dengan Kekerasan dengan ancaman hukuman di atas 15 tahun penjara.
Ringkus Pembobol Kartu Kredit Rp 81 Miliar
Pada 2011 dan saat masih menjabat Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Gatot Edy Pramono berhasil menghentikan sindikat pmbobolan kartu kredit dalam kasus kejahatan perbankan.
Seperi yang pernah dikabarkan Kompas.com, Subdirektorat Tanah dan Bangunan Polda Metro Jaya berhasil membekuk komplotan pembobol mesin transaksi kartu kredit atau electronic data capture (EDC) dari berbagai bank swasta dan nasional.
Komplotan berjumlah 14 orang ini telah beraksi dari tahun 2010 dan berhasil meraup keuntungan sampai Rp 81 miliar.
"Modusnya agak unik dan terorganisir dengan baik serta telah merugikan banyak pihak. Ada kaitannya dengan operasional bank dan penyalahgunaan kartu kredit," ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Baharudin Djafar, Kamis (29/9/2011) di Mapolda Metro Jaya.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Gatot Edy Pramono mengungkapkan, ada dua modus yang dilakukan anggota komplotan penjahat perbankan ini, yakni penipuan dengan model transaksi offline dan penipuan online melalui sistem refund (pengembalian).
Modus penipuan offline oleh pelaku terungkap saat Bank Danamon melihat adanya transaksi kartu kredit yang mencurigakan senilai Rp 432 juta pada 8 September 2011.
Hal itu kemudian dilaporkan ke Polda Metro Jaya.
Setelah dilakukan penyelidikan dan penangkapan, para pelaku menuturkan bahwa pembobolan ini sudah dipersiapkan dengan matang.
Caranya dengan mencari mesin EDC yang rusak di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Pelaku kemudian menemukan adanya mesin EDC rusak Bank Danamon yang biasa dipakai transaksi pembayaran bahan bakar di SPBU Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Sebanyak 14 pelaku dibekuk pihak kepolisian dari komplotan lihai yang telah berpetualang dari tahun 2010 ini.
Dengan dua modus yang dijalankannya, pelaku berhasil meraup keuntungan Rp 81 miliar dari berbagai bank.
Penangkapan tidak hanya berlaku terhadap pelaku yang terlibat aksi kejahatan perbankan, tetapi juga terhadap orang yang turut mendukung dalam pembuatan dokumen palsu.
Para tersangka yang ditangkap adalah Ranand Paskal Lolong, Andi Rubian, Kusnadar alias Kusno, Haris Mulyadi alias Beno, Harun Wijaya, Firmansyah H, Hoisaeni Ibrahim, Muhril Zain Sany, Yayat Ahadiyat, Yudi Dwilianto, Budy Hadiyono Putro alias Budi Zenos, Raden Adi Dewanto, Muhammad Nurdin bin Musa, dan Firmanto Gandawidjaja. Para tersangka itu dikenai Pasal 372 dan 378 KUHP tentang pemalsuan dan penipuan.
(Tribunnews.com/ Chrysnha, Sri Juliati)(Kompas.com/ Ryana Aryadita Umasugi, Sabrina Asril)