"Selain itu, juga untuk agar masyarakat bisa berbelanja dari seluruh tingkatan dengan melakukan vaksinasi untuk masyarakat yang ditargetkan. Melalui kegiatan (vaksinasi) untuk mencapai herd immunity ke 182 juta penduduk," ujar Airlangga.
Baca juga: Pemerintah Masih Optimistis Ekonomi Tumbuh 5 Persen Lebih di 2021, Kok Bisa?
Ketua Umum Partai Golkar ini juga memprediksi ekonomi Indonesia mentok tumbuh 2 persen di kuartal I 2021.
"Tentunya kita berharap bahwa masih ada pertumbuhan positif di kuartal I. Rentangnya kita perkirakan 1,6 persen sampai dengan 2 persen," ujarnya.
Airlangga menjelaskan, satu yang memang jadi pekerjaan rumah (PR) pemerintah itu adalah mendorong sektor konsumsi rumah tangga hingga tumbuh 1,3 persen sampai 1,8 persen.
Kemudian, konsumsi pemerintah juga diharapkan yang biasanya di kuartal pertama itu rendah yaitu sekira 3 persen sampai 4 persen mesti ditingkatkan.
"Nah ini kita dorong supaya kalau bisa naik antara 4 persen sampai 5 persen," kata Airlangga.
Selain itu, PR berikutnya adalah mendorong ekspor dan impor dengan menyelesaikan kendala teknis di sisi logistik kontainer. "Kita ketahui bersama dari ekspor impor ini terjadi lonjakan ekspor dan saat sekarang masalah teknis yang dihadapi adalah kekurangan kontainer. Pemerintah segera menangani masalah ini, sehingga permintaan yang melonjak itu bisa diantisipasi," pungkas Airlangga.
Kebijakan Blunder
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan ekonomi Indonesia minus 2,07 persen di 2020, di antaranya karena kebijakan New Normal yang dipaksakan terbukti blunder.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan, di satu sisi ada dorongan agar masyarakat bisa beraktivitas dengan protokol kesehatan.
"Tapi, PSBB (pembatasan sosial berskala besar) jalan terus, operasional berbagai jenis usaha dibatasi. Ini kebijakan abnormal," ujarnya.
Menurut Bhima, kebijakan yang maju mundur membuat kepercayaan konsumen jadi turun meski ada vaksin dan juga new normal.
"Tapi, kenapa ada PPKM? Kenapa kasus harian masih tinggi? Ini jadi pertanyaan di benak konsumen," katanya.
Selain itu, dia menambahkan, stimulus program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) terbukti kurang efektif karena ada perencanaan yang salah di awal pembentukan PEN.