Pratikno juga meminta publik tidak mengaitkan sikap pemerintah yang tidak menginginkan revisi UU Pemilu dengan upaya menjegal Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di pemilu selanjutnya.
"Enggak lah. Ingat, undang-undang (Pilkada) itu ditetapkan tahun 2016. Pak Gubernur DKI waktu itu masih jadi Mendikbud. Jadi enggak ada hubungannya lah itu," ujar Pratikno.
Rencana revisi UU Pemilu bergulir mulai dari perdebatan ihwal terbuka atau tertutupnya sistem pemilu hingga ambang batas parlemen dan pencalonan presiden.
Perdebatan kemudian bergerak sampai ke isu normalisasi pemilihan kepala daerah pada 2022 dan 2023. Jika disepakati, normalisasi ini akan mengubah jadwal Pilkada Serentak 2024 yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Awalnya hanya PDI Perjuangan yang menyatakan sikap menolak normalisasi Pilkada pada 2022 dan 2023. Fraksi lainnya tak ada yang memberikan catatan.
Kini mayoritas fraksi di DPR 'balik badan' menyatakan menolak revisi UU Pemilu secara keseluruhan, termasuk di dalamnya perubahan jadwal pilkada.
Hanya tersisa PKS dan Partai Demokrat yang ingin revisi dan mengembalikan Pilkada ke 2022.
Sikap sejumlah fraksi ini pun kemudian dikaitkan dengan pengaruh istana. Partai Demokrat melihat ada upaya dari kelompok tertentu yang memaksakan Pilkada 2024 untuk kepentingan pragmatis.(Tribun Network/fik/wly)