Bagi Refly, dana yang dikorupsi Juliari itu benar- benar pemberian uang negara, yang hanya berputar tempat saja.
"Cuma muter uangnya. Jadi, dapet proyek, dipotong. Lalu, dikasih Juliari," jelas Refly.
Berbeda halnya pada kasus mantan menteri KKP, yang menurutnya memang menerima suap.
Selain itu, ia menuturkan, penerapan pidana mati nantinya juga perlu melihat pandangan dunia Internasional.
Banyak negara lain yang menghapus hukuman pidana mati, karena dinilai bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
"Aspirasi dunia internasional perlu juga kita lihat, karena dianggap hukuman mati jelas-jelas bertentangan dengan HAM, yaitu The Right of Life," tutur Refly.
Ia menegaskan, kedua eks Menteri itu jangan sampai diberi hukuman yang ringan.
Melihat korupsi dilakukan di masa pandemi dan jelas mencatut pejabat negara.
Baca juga: Kompol Yuni Purwanti Terjerat Narkoba, Kapolda Jabar: Terancam Dipecat atau Dipidanakan
2. Mantan KPK Agus Rahardjo: Menteri Dimiskinkan dan Eksistensi Sosial Dimatikan
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyebut Indonesia dapat mencontoh negara Singapura dalam menghukum para pejabat koruptor.
Menurutnya, hukuman yang paling tepat bagi koruptor ialah mematikan eksistensi sosial mereka.
"Kalau saya, tepat apa yang dilakukan Singapura. Hukuman koruptor itu bukan mati, tapi eksistensi sosialnya dimatikan," kata Agus, dikutip dari diskusi virtual YouTube Medcom.id, Minggu (21/2/2021).
Eksistensi yang dimaksud, koruptor tak dapat menikmati fasilitas apapun setelah tertangkap, seperti dilarang memiliki rekening dan mendirikan usaha.
Lalu, harta kekayaan yang dimiliki koruptor juga dapat disita negara sampai habis.