Pada 1950-an, almarhum diperintahkan Kolonel (Purn) AE Kawilarang untuk menemui Mayor (Purn) Idjon Djanbi agar bersedia membantu pembentukan satuan komando.
Satuan ini menjadi cikal bakal pendirian pasukan khusus, RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) atau Kopassus.
Sejak saat itu pula, Sugianto berkarir di satuan baret merah angkatan pertama.
Setelah Peristiwa Kranji 17 November 1956, Sugianto tak lagi di baret merah.
Pada 1965, pria kelahiran Yogyakarta 25 Juni 1928 itu menyandang pangkat kapten di satuan Kostrad.
Dalam buku karangan Julius Pour berjudul ‘Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan, dan Petualang’, 2010 pada halaman 182, Kolonel Ali Moertopo pernah memerintahkan Soegianto untuk menggandakan Surat Perintah 11 Maret 1966.
Dia mendatangi pengusaha Minahasa Jerry Mangundap untuk meminjam kamera polaroid dan memotret surat itu sebanyak lima kali.
Pada1974, masa pemerintahan Presiden Soeharto, Sugianto sudah berpangkat Kolonel.
Dia ditugaskan memimpin Operasi Khusus (Opsus) untuk penanganan Timor Timur yang kala itu didominiasi kelompok Fretilin.
Selain menangani beberapa operasi militer, dia juga menangani media masa milik pemerintah.
Sugianto pernah memimpin majalah POP dan kemudian memimpin surat kabar Berita Yudha.