News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT Menteri KKP

Ini Reaksi Susi Pudjiastuti Dikritik Edhy Prabowo Karena Tutup Kran Ekspor Benur

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti di gedung KPK Jakarta, Kamis (18/3/2021).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti tak berkomentar banyak saat disinggung mengenai ucapan Edhy Prabowo dalam sidang lanjutan terkait perkara dugaan suap terkait perizinan ekspor benih bening lobster atau benur.

Dalam sidang terdakwa Suharjito selaku Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), Edhy menyebutkan kebijakan Susi yang melarang ekspor benih lobster justru merugikan rakyat karena kehilangan pekerjaannya.

Atas dasar itu, Edhy kemudian membuat kebijakan membuka keran ekspor benih lobster.

"No comment," ucap Susi kepada wartawan menanggapi pernyataan Edhy di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (18/3/2021).

Baca juga: Ke KPK, Susi Pudjiastuti Mau Syuting Program Susi Cek Ombak

Diwartakan sebelumnya, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menjelaskan awal mula alasan dibukanya keran ekspor benih bening lobster.

Kebijakan ekspor benih bening lobster sebelumnya sempat dilarang pada saat Susi Pudjiastuti menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

Menurut Edhy, kebijakan Susi Pudjiastuti yang melarang ekspor benih lobster tersebut justru merugikan rakyat.

Kata Edhy, banyak rakyat yang kehilangan pekerjaan karena kebijakan Susi Pudjiastuti.

Atas dasar itulah, Edhy kemudian membuat kebijakan membuka keran ekspor benih lobster.

"Pada saat saya Ketua Komisi IV, saya sebagai mitra KKP, Ibu Susi banyak masukan masyarakat di pesisir selatan Jawa, kemudian daerah Lombok, Bali, dan Indonesia timur, hingga Sulawesi, dan mereka merasa kehilangan pekerjaan dengan terbitnya aturan KKP (yang melarang ekspor benih lobster)," kata Edhy kepada jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/3/2021).

Menurut Edhy, Permen No 56/2016 yang mengatur larangan ekspor benih lobster seharusnya diimbangi dengan sosilalisasi kepada masyarakat.

Sehingga, kebijakan pelarangan ekspor benih lobster itu tidak serta merta menghilangkan pekerjaan rakyat.

"Ini (benih lobster) selama ini menjadi tempat kehidupan masyarakat persisir yang disana banyak tergantung untuk menghidupkan anaknya, menyekolahkan anaknya," ungkap Edhy.

"Kalaupun ingin dilarang karena alasan lingkungan harus ada kajian, kami sebagai wakil rakyat bila ada kebijakan yang tiba-tiba menghilangkan lapangan pekerjaan rakyat itu harus ada solusi," imbuhnya.

Edhy menilai ekspor benih lobster bernilai ekonomi tinggi untuk masyarakat, utamanya yang di daerah pesisir.

Ia pun mengklaim kebijakannya membuka keran ekspor benih lobster itu telah dikonsultasikan dengan berbagai ahli.

"Saya pun sudah berkonsultasi dengan para ahli terkait kebijakan itu. Kami juga telah berkonsultasi dengan Menko yang membawahi kami, yang telah menyarankan untuk melibatkan para ahli terkait kebijakan pembukaan ekspor benih lobster," jelasnya.

Dalam perkara ini, Pemilik sekaligus Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito didakwa telah menyuap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebesar 103.000 dolar AS atau setara Rp1,4 miliar dan Rp706.055.440.

Total keseluruhan suap yang diberikan Suharjito untuk Edhy Prabowo tersebut ditaksir mencapai Rp2,1 miliar.

Suap sebesar Rp2,1 miliar tersebut, disebut-sebut untuk mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budidaya sebagai salah satu syarat pemberian izin ekspor Benih Bening Lobster (BBL) kepada PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP).

Atau dengan kata lain, suap itu untuk memuluskan PT DPPP memperoleh izin ekspor benih lobster.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini