Di sisi lain, dia mempertanyakan sikap diam Presiden Jokowi dalam isu pengambilalihan kepimpinan partai Demokrat tersebut.
"Dia (Moeldoko) mengaku didukung oleh Pak Lurah dan didukung sejumlah menteri yang lain.
Maka kami mengirim surat untuk bertanya kepada Presiden Jokowi karena kan dia bosnya tuh.
Benar nggak kata-kata Pak Moeldoko ini bahwa dia sepengetahuan dia pak Jokowi dan disetujui sejumlah menteri. Kita tidak percaya," jelas dia.
Hal ini mendapat reaksi dari Tenaga Ahli Utama Kedeputian Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin.
Menurut Ngabalin, sebagai seorang intelektual Andi Mallarangeng seharusnya mengerti bahwa tidak semua masalah atau urusan dikaitkan dengan Presiden.
"Bang Andi seorang intelektual mengerti tentang ilmu politik, mengerti sosiologi politk, dan sebagainya, seharus mengerti tidak semua hal bisa dikaitkan dengan istana," kata Ali saat dihubungi, Minggu (7/3/2021).
Menurut dia, dengan terus menyeret nama Jokowi, seolah olah Andi Mallarangeng dan lainnya tidak memiliki bahan dalam menyelesaikan masalah di internal partai.
Menurut Ali didapuknya Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat dalam Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang tidak ada hubungannya dengan pemerintahan.
Adanya kader Demokrat yang meminta Moeldoko menjadi pemimpin partai merupakan urusan pribadi.
"Ada DPC, DPD datang ngopi ke Pak Moeldoko, lalu didapuk sebagai ketua umum, itu pribadi, keputusan pribadi, engga usah dikait-kaitkan dengan Presiden, masa sedikit-sedikit presiden," katanya.
Mahfud: Sudah Tepat
Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan HAM Mahfud MD mengatakan bahwa keputusan pemerintah menolak pengesahan hasil Kongres Luar Biasa Partai Demokrat diputuskan dengan cepat sesuai dengan ketentuan perundang-undang yang berlaku.
Hal itu disampaikan Mahfud dalam konferensi pers virtual di Kementerian Hukum dan Ham, Rabu, (31/3/2021).