News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Anggota Komisi X DPR RI Kecam Tidak Mendidiknya Sinetron Suara Hati Istri

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Illiza Saaduddin Djamal

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PPP Illiza Saaduddin Djamal mengecam tayangan sinetron 'Suara Hati Istri' di stasiun televisi swasta yang menayangkan aktris berusia 15 tahun bernama Zahra untuk memerankan istri ketiga dari laki-laki berusia 39 tahun.

"Tayangan itu berbahaya dan tidak mendidik untuk masyarakat umum di televisi, utamanya anak-anak," ujar Illiza, kepada wartawan, Kamis (3/6/2021).

"Apalagi syarat usia menikah berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun," imbuhnya.

Illiza khawatir jika tayangan itu terus dibiarkan, maka akan menginspirasi untuk terjadinya pernikahan usia dini.

Baca juga: Fanny Ghassani Komentari Sinetron Suara Hati Istri, Pernah Dapat Peran Mirip Zahra, Salahnya Dimana?

Padahal, dia menjelaskan bahwa pernikahan dini membawa dampak negatif, di antaranya risiko bayi lahir stunting, kematian ibu dan bayi, gangguan kesehatan, pernikahan tidak harmonis dan lain sebagainya.

Bahkan, kata Illiza, angka perceraian pada pasangan menikah dini pun sangat tinggi.

"Tayangan itu juga termasuk mempromosikan pedofil. Tidak pantas seorang artis di bawah umur memerankan 'karakter dewasa', apalagi sampai memerankan adegan vulgar," jelasnya.

Baca juga: Menteri PPPA Soroti Polemik Sinetron Suara Hati Istri: Zahra, Sebut Melanggar Hak Anak

Lebih lanjut, Illiza meminta agar pemeran istri ketiga dari laki-laki berusia 39 tahun itu diganti dengan aktris yang tak di bawah umur.

"Kami meminta pihak Indosiar agar merubah pameran Zahra, diganti dengan artis yang tidak di bawah umur atau di atas 19 tahun. Dan kami meminta dunia perfilman agar bisa menghadirkan tayangan film yang mendidik dan tidak vulgar," katanya.

Melanggar Hak Anak

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) pun menyoroti film tersebut.

Kemen PPPA menegaskan merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak anak di mana anak berusia 15 tahun diberikan peran sebagai istri ketiga dan dipoligami.

Materi atau konten sebuah acara, sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3&SPS), seharusnya mendukung pemerintah dalam upaya pemenuhan hak anak dan demi kepentingan terbaik anak.

Baca juga: Sinetron Suara Hati Istri Dikritik, Pemeran Zahra yang Usianya 15 Tahun Akan Diganti

Baca juga: Tanggapan KPI soal Anak 15 Tahun Berperan Jadi Istri Ketiga di Sinetron Zahra

Pemerintah saat ini tengah berjuang keras mencegah pernikahan usia anak, sehingga setiap media dalam menghasilkan produk apapun yang melibatkan anak, seharusnya tetap berprinsip pada pedoman perlindungan anak mendasari semua upaya perlindungan anak.

“Konten apapun yang ditayangkan oleh media penyiaran jangan hanya dilihat dari sisi hiburan semata, tapi juga harus memberi informasi, mendidik, dan bermanfaat bagi masyarakat, terlebih bagi anak. Setiap tayangan harus ramah anak dan melindungi anak,” tegas Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga dalam keterangannya, Kamis (3/6/2021).

Tanggapan KPI soal polemik sinetron Suara Hati Istri: Zahra (Kolase Tribunnews (Instagram Indonsiar dan KPI Pusat))

Menteri Bintang menegaskan bahwa setiap tayangan yang disiarkan oleh media elektronik seperti televisi, seyogyanya mendukung program pemerintah dan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait pencegahan perkawinan anak.

Juga Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), pencegahan kekerasan seksual, dan edukasi pola pengasuhan orangtua yang benar.

Orangtua pemeran seharusnya juga bijaksana dalam memilih peran yang tepat dan selektif menyetujui peran yang akan dimainkan oleh anaknya.

“Sangat disayangkan sinetron tersebut tidak memerhatikan prinsip-prinsip pemenuhan hak anak dan perlindungan anak.

Setiap tayangan harus tetap menghormati dan menjunjung tinggi hak anak-anak dan remaja, dan wajib mempertimbangkan keamanan dan masa depan anak-anak dan/atau remaja,” kata Bintang.

Baca juga: Zaskia Mecca Kritik Pedas Sinetron Suara Hati Istri, Anggap Tak Tepat, Peringatkan Orangtua Artis

Baca juga: Siapa Lea Ciarachel? Pemeran Zahra di Sinetron Suara Hati Istri Indosiar, Baru Berusia 14 Tahun

Menteri Bintang mengatakan sejauh ini pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

“Saya mengapresiasi langkah cepat yang dilakukan oleh KPI. Kemen PPPA dan KPI juga sepakat dalam waktu dekat akan segera melakukan pertemuan dengan rumah produksi untuk memberikan edukasi terkait penyiaran ramah perempuan dan anak,” kata Menteri Bintang.

Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar mengatakan dari hasil telaah yang dilakukan Kemen PPPA ditemukan beberapa aspek yang telah dilanggar dalam produksi sinetron tersebut. Kemen PPPA menilai pihak Indosiar menyampaikan ketidakbenaran.

Inilah profil Lea Ciarachel, sosok pemeran Zahra dalam sinetron Suara Hati Istri yang tayang di Indosiar. Lea baru berusia 14 tahun. (INSTAGRAM/@ciarachelfx-@indosiar)

“Terkait peran istri dalam sinetron ini yang diperankan seorang pemain usia anak, hal ini adalah bentuk stimulasi pernikahan usia dini yang bertentangan dengan program pemerintah khususnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan,” kata Nahar.

Nahar menambahkan sinetron tersebut juga memperlihatkan kekerasan psikis berupa bentakan dan makian dari pemeran pria, dan pemaksaan melakukan hubungan seksual.

Adegan dalam sinetron tersebut dinilai mempromosikan kekerasan psikis dan seksual terhadap anak yang bertentangan dengan Pasal 66C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Nahar juga mengingatkan tayangan tersebut berisiko memengaruhi masyarakat untuk melakukan perkawinan usia anak, kekerasan seksual, dan TPPO, karena pada tayangan tersebut diceritakan bahwa Zahra sebagai pemeran utama dinikahkan dengan alasan untuk membayar hutang keluarganya.

“Jika nanti ditemukan kasus serupa di lapangan dan setelah digali peristiwa tersebut merupakan bentuk imitasi dari tayangan yang disiarkan oleh Indosiar, maka pihak Indosiar dapat dipidanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegas Nahar.

Tayangan ini secara tidak langsung akan memengaruhi kondisi psikologis masyarakat dan menimbulkan Toxic Masculinity, dimana akan terbangun konstruksi sosial di masyarakat bahwa pria identik dengan kekerasan, agresif secara seksual, dan merendahkan perempuan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini