"Dan juga harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku, peraturan perundang-undangan misalnya, etika sosial, dan juga ketentuan yang telah ditetapkan oleh si pemilik harta dan orang yang berhutang tersebut," terang Ika.
Baca juga: Demi Bisa Bayar Utang, Kuli Bangunan Belasan Kali Mencuri di Masjid & Musala, Modus Pura-pura Salat
Dilarang Menggunakan Cara Kasar
Ika menegaskan, dalam menagih utang tidak juga diperbolehkan menggunakan cara kasar.
Bahkan hinnga mengintimidasi orang yang berhutang.
"Jadi tidak diperkenankan menggunakan cara kasar, bahkan mengintimidasi orang yang berhutang," tegasnya.
Untuk itu, jika peminjam dalam keadaan bangkrut dan tidak bisa membayar utang sesuai kesepakatan awal, maka pemberi pinjaman bisa memberikan relaksasi.
Baca juga: Tagih Utang Rp 700 Ribu, Pria Ini Malah Dapat Bogem Mentah dari Temannya Sendiri
Relaksasi yang diberikan bisa berupa restrukturisasi jangka waktu pembayaran utang.
"Apabila penghutang dalam keadaan bangkrut misalnya dan tidak dapat membayar sesuai dengan kesepakatan awal."
"Maka pemberi pinjaman bisa memberikan relaksasi berupa restrukturisasi jangka waktu pembayaran dari si penghutang tersebut," ucap Dosen Fakultas Syariah, UIN Raden Mas Said Surakarta ini.
Baca juga: Banyak Utang, Sekuriti Bunuh Teman Kencan, Mayatnya Tanpa Busana, Diduga Usai Berhubungan Intim
Namun jika telah diberi penambahan jangka waktu pembayaran tapi peminjam masih belum bisa membayar, maka pemberi utang berhak untuk menjual jaminan yang telah dijaminkan.
Jika tidak ada jaminan yang bisa dijual, maka sesuai hadist nabi, utang tersebut bisa diikhlaskan.
Walaupun hal ini terbilang sangat sulit untuk dilakukan.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani)