“Kulihat kekuatan ledakan melemparkan seorang inspektur polisi ke sebuah tiang. Darah berserakan. Ajudanku Mayor Sudarto, menarik tanganku dan kami lari pontang panting menyeberangi jalan,” kenang Bung Karno.
Baca juga: Bung Karno Ungkap Penyelundupan Besar-besaran Agar Pemerintah RI Tetap Survive
Percobaan pembunuhan lainnya
Kisah unik lainnya tentang Presiden I RI Soekarno. Dalam kondisi gelap dan dilanda kepanikan, Bung Karno tidak dapat melihat jalan secara jelas. Tak pelak ia terjatuh ke tanah.
Sang ajudan mengangkat badan Soekarno, mendekap erat-erat dan membawanya ke sebuah rumah. Ledakan granat yang kelima mengenai kaki sang ajudan dan merobek paha perwira lain yang melindungi Bung Karno menggunakan tubuhnya.
Rumah yang dimasuki Bung Karno ternyata milik seorang Belanda. Bung Karno memilih pindah ke rumah lain agar manakala meninggal akibat serangan itu tidak menghembuskan nafas terakhir di wilayah Belanda.
Dalam beberapa menit kemudian satuan polisi dan tentara sudah berada di lokasi kejadian. Menyusul kemudian sebuah ambulans. Rumah sakit darurat langsung didirikan di sekolah itu.
Baca juga: Filosofi Peci Hitam Bung Karno dan Simbol Perlawanan Rakyat Kecil
Sebanyak 48 anak-anak menderita luka parah, beberapa orang menderita cacat seumur hidup. Pada pukul 22.00 kendaraan cadangan membawa Presiden kembali ke Istana.
Satu jam kemudian Soekarno berada di depan corong radio untuk menenangkan rakyat dan meyakinkan mereka.
“Berkat berkat perlindungan Tuhan aku masih hidup dan tidak luka sedikitpun,” kata Bung Karno.
Menjelang tengah malam, para pelaku pelemparan granat dapat diringkus. Dalam waktu 24 jam petugas intelijen telah menangkap keempat teroris pelaku penyerangan.
“Aku memikirkan korban-korban tidak berdosa yang telah dikuburkan di dalam tanah. Aku memikirkan sembilan anak-anak dan seorang perempuan hamil yang kulihat sendiri tersungkur tidak bernyawa di kakiku,” kata Bung Karno.
Karena itulah Presiden Soekarno kemudian menandatangani berisi eksekusi hukuman mati terhadap Kartosuwiryo.
“Di tahun 1963 Kartosuwiryo ditembak mati di depan regu tembak. Itu bukan suatu tindakan untuk memenuhi kepuasan hati. Itu tindakan untuk menegakkan keadilan,” tambah Soekarno mengenai eksekusi hukuman mati terhadap tokoh DI/TII itu.
Pada 9 Maret 1960 percobaan pembunuhan kembali dialami Soekarno.