TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR melalui Komisi II bersama Kepolisian Daerah Sumatra Utara (Sumut) dan Gubernur Sumut serta manajemen PT Dairi Prima Mineral (DPM) sepakat untuk melarang kegiatan operasional pertambangan seng dan timah hitam yang dilakukan oleh PT. DPM di Kabupaten Dairi, selama analisis dampak lingkungan (Amdal) nya belum selesai.
Sebab, lokasi tambang yang berada di zona rawan gempa dengan luas konsesi 24.636 Ha itu berpotensi mengancam keselamatan warga.
"Saya mendukung keberadaan investasi. Tetapi kepentingan masyarakat mesti saya utamakan. Maka selama Amdal belum selesai, aktivitas operasional PT. DPM, harus dihentikan," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang. Dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan di Jakarta, Sabtu (19/6/2021).
Hal itu disampaikannya, sebagai hasil dari kesimpulan kunjungan kerja Komisi II dengan Wakil Gubernur Sumut Musa Rajekshah, Kapolda Sumut Irjen Pol Panca, Kajati Sumut IBN Wiswantanu, Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut, Dadang Suhendi, Wakil Bupati Dairi Jimmy Sihombing, Wakil Bupati Simalungun Jonny Waldi, Kapolres Simalungun AKBP Agus Waluyo, Kapolres Dairi AKBP Ferio Sano Ginting, dan dari pihak PT Dairi Prima Mineral (PT DPM), di Sumatera Utara, Kamis, 17 Juni 2021.
"Keselamatan dan kepentingan rakyat adalah hukum tertinggi. Sebagai wakil rakyat yang dipercayakan, dipilih oleh rakyat maka wajib hukumnya saya konsisten memperjuangkan hak-hak rakyat," ujarnya.
Baca juga: Amdal Blok Masela Diharapkan Tidak Mengabaikan Keberadaan Maluku Barat Daya
Selain itu, Junimart juga mendesak agar fasilitas gudang bahan peledak dan bendungan penampungan limbah tambang (tailing) milik PT. DPM, dibangun jauh dari permukiman warga.
"Silakan dibangun di kawasan hutan, jauh dari permukiman penduduk," katanya.
Junimart yang juga Ketua Panja Mafia Tanah DPR RI itu, menyinggung ganti rugi lahan masyarakat yang tak kunjung tuntas. Ia mengkritisi upaya pembatasan dari PT DPM terhadap warga yang ingin ke lahan pertaniannya serta kerusakan jalan Sidingkalang-Parongil yang juga digunakan oleh PT DPM.
“Bagaimana mungkin PT DPM bicara kesejahteraan rakyat, sedangkan jalan sidikalang-parongil hancur-hancuran?,” ujar politikus PDI Perjuangan ini.
Sementara khusus kepada Kapolda Sumut Irjen Pol Panca, dirinya meminta agar proaktif turun ke lapangan mengawasi hutan hutan yang banyak dirambah oleh sekelompok orang, pengusaha seperti hutan di Lae Pondom Kabupaten Dairi.
"Secara defacto 30-50 meter dari sisi jalan utama kelihatan masih seperti hutan, setelah ditelisik kedalam pepohonan sudah leong semua alias gundul. Resapan air sdh tdk ada sehingga menimbulkan longsor dan banjir bandang. Demikian jg dgn persoalan lahan yg dikuasai TPL supaya segera diproses sesuai hukum," ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan, Endro Suswantoro Yahman, mengingatkan PT DPM dan pemerintah daerah Sumut bahwa amdal harus dipublikasi dan transparan.
“Amdal adalah dokumen milik publik,” ujar Endro.
Ia menambahkan perusahaan juga harus mengkaji dampak sosial dari kehadirannya sendiri di tengah-tengah lahan yang dihuni oleh masyarakat.
Hal ini mengingat sistem tambang menerapkan under ground mining, sesuatu yang masih samar bagi publik.
Ia meminta pihak perusahaan mensosialisasikan hal ini karena masyarakat wajib tahu seputar kegiatan PT DPM.
Sementara itu, Kapolda Sumatera Utara Irjen Panca Simanjuntak mengingatkan PT DPM jangan beroperasi sebelum amdal selesai.
“Kalau itu dilakukan, akan berhadapan dengan hukum,” kata Kapolda.
Sedangkan Wakil Bupati Dairi, Jimmy Sihombing juga mengungkapkan dirinya belum pernah menerima audiensi manejemen PT DPM.
Dia meminta melalui Komisi II DPR RI, agar adendum amdal yang dibahas 27 Mei 2021 lalu diulang lagi oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Adapun pihak manajemen PT DPM yang diwakili oleh Muhammad Arie Herdianto menanggapi semua masukan dan permintaan dalam RDP tersebut. Ia mengaku perusahaannya siap bekerja sesuai aturan yang ada di Indonesia.