TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyatakan tak bakal mengusut dugaan gratifikasi penyewaan helikopter Ketua KPK Firli Bahuri.
Pasalnya, diterangkan Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris, kasus heli Firli Bahuri sudah tutup buku.
"Kasus helikopter Pak FB (Firli Bahuri) sudah selesai dan diputus oleh Dewas tahun lalu," kata Haris saat dikonfirmasi, Rabu (30/6/2021).
Haris mengatakan, jika memang ada dugaan gratifikasi yang diterima Firli Bahuri, hal tersebut bisa diadukan ke Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK.
"Dewas tidak punya wewenang dalam perkara pidana," kata Haris.
Diwartakan sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali melaporkan Firli Bahuri terkait penggunaan helikopter mewah ke Dewan Pengawas KPK
"ICW melaporkan kembali Firli Bahuri atas dugaan pelanggaran kode etik," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Jumat (11/6/2021).
Petunjuk baru dugaan gratifikasi itu termuat dalam dokumen aduan yang diserahkan ICW.
ICW menemukan indikasi selisih harga ratusan juta antara tarif normal di pasar penyewaan heli dengan yang diklaim oleh pihak Firli Bahuri dalam sidang etik.
Dalam putusan sidang etik disebutkan bahwa Firli Bahuri menyewa helikopter dengan harga Rp7 juta per jam belum termasuk pajak 10 persen.
Baca juga: Banyak Masalah, ICW Sarankan Firli Bahuri Mundur dari Ketua KPK
Firli dan keluarganya menumpang heli itu dengan rute Palembang menuju Desa Lontar, lalu kembali lagi ke Palembang pada 20 Juni 2020.
Mesin terbang itu kembali ditumpangi saat perjalanan pulang dari Palembang menuju Jakarta pada 21 Juni 2020.
Waktu tempuh dari Palembang ke Desa Lontar sekitar 45 menit. Sehingga total perjalanan pergi-pulang sekitar 1 jam 30 menit.
Dengan tarif sewa 7 juta per jam, maka harga yang harus dibayarkan adalah Rp15,4 juta. Begitupun dalam perjalanan dari Palembang ke Jakarta ditempuh dalam waktu dua jam.