TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kritik Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan kepada pakar hukum dan pengacara kasus korupsi vaksin Flu Burung, Tajom Sinambela, soal vonis ringan Pinangki Sirna Malasari dibalas cepat oleh Tajom.
Menurut Tajom, Arteria terlalu menyederhanakan persoalan dan tidak memahami permasalahan.
"Arteria tidak tahu kasus yang dihadapi klien saya: Tunggul Sihombing. Sejak awal kasusnya diungkap, rekayasa terlalu kuat. Bagaimana mungkin PPK pengganti bisa divonis berat, sementara atasan langsung bisa aman-aman saja," kata Tajom kepada wartawan, Jumat (20/8/2021).
Tajom pun meminta Arteria menyoroti kembali kasus korupsi vaksin flu burung yang sempat ramai pada 2012 lalu.
Kasus itu bermula dari wanprestasi PT Anugrah Nusantara milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, yang kemudian menyeret sejumlah pegawai Kementerian Kesehatan, termasuk Tunggul Sihombing.
"Tidak seperti Pinangki yang aktif ke sana ke sini cari uang korupsi. Kesalahan klien saya cuma tanda tangan proyek. Itu pun dia hanya bersifat meneruskan pekerjaan," ujarnya.
Tajom pun menegaskan bahwa kliennya sebagai korban rekayasa hukum.
Pasalnya hingga vonis dijatuhkan, proses peradilan mengabaikan alat bukti, keterangan saksi dan fakta hukum yang benar.
Satu contoh, kata Tajom, terkait soal tidak pernah hadirnya orang-orang yang didakwa memberikan uang dan menerima uang dari Tunggul Sihombing dalam persidangan.
"Tuduhan tidak terbukti. Sangkaan yang menyebutkan Tunggul Sihombing menerima uang dari PT Anugerah Nusantara tidak pernah bisa dibuktikan. Klien saya korban peradilan," ungkap dia.
Dia bahkan memperkuat dengan pernyataan Hakim Agung Artidjo saat pengajuan kasasi kliennya, yang menyatakan bahwa kliennya Tunggul tidak ikut menikmati hasil kerugian keuangan negara yang muncul karena penunjukan PT Anugerah Nusantara.
Baca juga: Sidang Gugatan MAKI ke Puan Maharani Tertutup, Arteria Dahlan Tak Hadir
Pengakuan tersebut semestinya bisa menjadi rujukan bahwa vonis hukuman yang diberikan kepada kliennya bisa ditinjau kembali.
"Saya minta beliau untuk bicara kembali soal kasus tersebut, supaya dia tidak dengan mudah membela vonis ringan Pinangki yang dianggapnya wajar itu," pungkasnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan menjawab protes sejumlah pihak, termasuk pengacara korupsi vaksin flu burung Tajom Sinambela yang tidak puas dengan vonis hukuman mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Arteria mengatakan putusan hakim tersebut sudah sesuai dengan tuntutan jaksa.
“Baik buruknya putusan itu tidak dilihat berat tidaknya hukuman atau vonis, akan tetapi dari rasionalitas. Antara fakta hukum dan pertimbangan hakim dalam memutus. Dalam perkara Pinangki, sudah jelas JPU menuntut 4 tahun, kalau di Pengadilan Tinggi vonisnya 4 tahun, lah kalau mau banding lagi kan lucu," kata Arteria kepada wartawan, Sabtu (13/8/2021).
Arteria pun menyarankan para pemrotes mencermati muatan putusan hakim dalam kasus Pinangki.
Pasalnya, secara jelas, hakim sudah adil memutuskan hukuman selama 4 tahun.
“Dibaca cermat materi muatan di putusan, sehingga tidak menyalahkan hakim. Kasihan hakim memutus yang adil dibilang gak benar, mau hakimnya memutus tanpa baca dan tapi hukumnya berat berat? Kan begitu. Jadilah orang yang berlaku adil,” ujarnya.
Menurut dia, jaksa dalam kasus tersebut sudah mencermati fakta hukum dan duduk perkara sebelum melakukan penuntutan dan, aspek keadilan hukum, ungkap Arteria, sudah terpenuhi.
"Jadi jangan sepintas-sepintas tiba-tiba kita bilang jaksa yang salah, ini hakim yang salah. Kalau ndak senang kan ada komisi Yudisial, bisa dilakukan upaya hukum lanjutan. Dalam konstruksi hukumnya (sudah adil), siapapun orang hukumnya, kalau melihat perkara itu, jaksa sudah menuntut 4 tahun tiba tiba vonis 4 tahun, masa kasasi lagi? Prinsip hukumnya tidak membenarkan," ungkap politisi PDI Perjuangan itu.
Soal beragam protes terkait putusan itu, Arteria menyarankan agar para pemrotes tidak asal ngomong.
Perbedaan putusan hakim antara Pinangki dan kasus lain, kata Arteria, tentu karena pasal yang disangkakan pun berbeda.
"Konsekuensinya ancaman hukumnya juga berbeda, jangan disamaratakan. Makanya saya katakan, jangan sampai kita menyesatkan rakyat. Kalau ancaman pasalnya berbeda, hukumannya berbeda, perbuatan materialnya juga berbeda," pungkasnya