TRIBUNNEWS.COM. JAKARTA - Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan telah menyita aset-aset para obligor dan debitur penerima BLBI saat terjadi krisis keuangan tahun 1997-1998 lalu.
Termasuk menyita aset properti yang berada di lingkungan Lippo Karawaci dengan luasan sekitar 25 hektar.
Menyikapi hal tersebut, PT Lippo Karawaci Tbk memberikan klarifikasinya.
Corporate Communications PT Lippo Karawaci Tbk, Danang Kemayan Jati mengatakan lahan yang disampaikan disita oleh pemerintah sebetulnya adalah lahan yang sudah dimiliki secara hukum dan dikuasai oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Keuangan (Depkeu) sejak 2001.
"Jadi lahan tersebut sudah bukan lagi milik PT Lippo Karawaci Tbk," ujar Danang.
Menurut dia, kepemilikan lahan oleh pemerintah dalam hal ini Depkeu (sekarang Kementerian Keuangan) sejak 2001 terkait dengan BLBI terhadap bank-bank yang diambil alih oleh pemerintah yakni BPPN pada bulan September 1997 saat krisis moneter kala itu.
"Tidak ada satu pun perusahaan Lippo, termasuk Bank Lippo, yang pernah meminta atau mendapatkan sekalipun atau satu sen pun, dana BLBI," kata Danang.
Pihak Lippo, menurut Danang, sepenuhnya selalu mendukung program pemerintah yang mengkonsolidasikan aset-aset tertentu milik Depkeu dan satgas yang baru dibentuk.
"Bahwa diantara aset-aset yang dikonsolidasikan di dalam satgas tersebut ada yang terletak disekitar pemukiman yang disebut Lippo Karawaci adalah sesuatu hal yang wajar," katanya.
Menurut Danang, pemberitaan yang seolah-oleh ada penyitaan lahan atau aset yang dikaitkan Lippo sebagai obligor dahulu atau sekarang adalah sepenuhnya tidak benar.
"Karena aset itu sudah milik negara sejak 2001," ujarnya.
Baca juga: Pemerintah Kuasai 49 Bidang Tanah Eks BLBI, Luasnya 5,2 Juta Meter Persegi
Kata Menkeu
Sebelumnya pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) mulai menyita aset-aset para obligor dan debitur penerima BLBI saat terjadi krisis keuangan tahun 1997-1998 lalu, Jumat (27/8/2021).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, aset-aset yang disita adalah aset tanah dan bangunan di empat tempat berbeda.