News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mahfud MD Cerita Pengalamannya Membuat Landmark Decision Ketika Jadi Hakim MK

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menceritakan pengalamannya membuat keputusan di luar Undang-Undang (UU) atau landmark decision ketika menjabat hakim konstitusi sekaligus Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pada periode 2008 sampai 2013.

Mahfud berpandangan seorang hakim boleh membuat keputusannya sendiri di luar UU namun harus didasarkan di antaranya pada rasa keadilan dan kebutuhan masyarakat.

Ia mengawali ceritanya dengan argumen bahwa Indonesia menganut sistem hukum yang sifatnya menggabungkan antara doktrin rechtsstaat dan doktrin rule of law.

Hal tersebut di antaranya terjadi setelah kata rechtsstaat yang merupakan penjelasan dari frasa negara hukum dihapus dalam amandemen Undang-Undang Dasar 1945.

Baca juga: Mahfud MD: Hakim Tidak Boleh Hanya Dibelenggu Undang-Undang Karena Jual Beli Bisa Terjadi

Akibatnya, ungkap Mahfud, hukum di Indonesia tidak hanya bertumpu pada bagaimana hakim bisa menafsirkan bunyi Undang-Undang sedekat mungkin dengan kenyataan di lapangan, melainkan juga pada kreatifitas hakim dalam membuat keputusan di luar UU atau landmark decision.

Ia kemudian mencontohkan sejumlah landmark decision yang pernah dibuatnya bersama hakim-hakim konstitusi lain saat menjabat dulu.

Pertama, ungkap Mahfud, adalah ketika MK memutus perkara Pilkada di Jawa Timur.

Saat itu, kata dia, menurut UU dan UUD sengketa Pemilihan Umum itu disebut disebut sengketa hasil perhitungan sehingga apabila perhitungannya sudah benar dan tidak ada bukti lain berdasar dokumen yang sah maka hasil tersebut dianggap sah meski prosesnya salah.

Namun ketika itu, kata Mahfud, ia dan para hakim konstitusi lainnya sepakat jika demikian maka peran MK terkesan hanya sebagai "mahkamah kalkulator".

Padahal sebagai MK harus berdasar pada konstitusi yang diharuskan menegakkan keadilan, kejujuran, demokrasi yang berdasar nomorkasi, dan sebagainya.

Untuk itulah, ia dan para hakim lainnya sepakat untuk mengadili perkara tersebut dengan tidak hanya melihat perolehan suara di atas kertas melainkan juga mencermati kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam proses pemilihan tersebut.

Saat itu, kata dia, MK kemudian membatalkan keputusan Pilkada di Jawa Timur karena adanya kecurangan yang terbukti.

Hal tersebut disampaikan Mahfud dalam Webinar Serial Diskusi Akademik: 80 Tahun Prof Dr Bagir Manan SH M CL bertajuk "Peran Putusan Hakim Dalam Pembentukan Hukum Nasional pada Kamis (26/8/2021).

"Ribut. Kok hakim MK buat begitu? Memang kenapa kata saya. Kita ini kan bukan hanya negara UU, kita ini kan negara hukum. Itu yang kemudian kasus pertama yang menjadi landmark desicion," kata Mahfud dikutip dari kanal Youtube Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia pada Jumat (27/8/2021).

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini