Selain itu, tunjangan hari tua juga merupakan hak pensiun sebagai pejabat negara.
Dengan begitu total tunjangan yang diterima dalam bentuk uang tunai yang diterima sebesar Rp 84.839.000.
Bila ditambah dengan gaji pokok setelah dipotong, Lili masih bisa membawa pulang Rp 87.611.000.
Dalam putusan Dewas, Lili dinilai terbukti memanfaatkan posisinya sebagai pimpinan KPK untuk menekan M Syahrial guna pengurusan penyelesaian kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kualo Tanjungbalai.
Baca juga: Ini Alasan Dewas KPK Tak Minta Lili Pintauli Mengundurkan Diri setelah Terbukti Langgar Kode Etik
"Terperiksa memberikan pengaruh yang kuat kepada Syahrial dan Direktur PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai Zuhdi Gobel untuk membayar uang jasa saudaranya. Surat Ruri ke Direktur PDAM yang ada tembusan ke KPK diterima Zuhdi Gobel. Maka, Zuhdi membuat surat ke Dewas yaitu Yusmada untuk menyetujui pembayaran jasa pengabdian," kata anggota Majelis Etik, Albertina Ho.
"Total Rp53.334.640,00," lanjutnya.
Dalam hal ini Lili terbukti melanggar prinsip Integritas sebagaimana ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Selain itu, Majelis Etik Dewan Pengawas KPK menilai Lili juga terbukti telah berhubungan langsung dengan M Syahrial.
Padahal, Syahrial adalah orang yang berperkara di KPK.
Isi komunikasi pun membahas soal perkara.
Syahrial merupakan tersangka kasus suap jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai.
Lili Pintauli mengetahui adanya kasus Syahrial di KPK.
”Pada sekitar bulan Juli 2020, Terperiksa menghubungi saksi M. Syahrial pada saat Terperiksa melihat berkas jual beli jabatan atas nama saksi M. Syahrial di atas mejanya dengan mengatakan ’Ini namamu ada di meja, Rp200 juta bikin malu, masih kau ambil,’" ucap Albertina menirukan keterangan Lili.
"Itu perkara lama, Bu. Tolong dibantu," jawab Syahrial seperti diutarakan Albertina.