Menurut dia, hal itu selaras dengan prinsip Presumptio Iustae Causa, yakni bahwa keputusan pimpinan KPK yang dikeluarkan tersebut harus atau selayaknya dianggap benar menurut hukum.
"Dan oleh karenanya dapat dilaksanakan lebih dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya," ujar Prof Agus.
Sebagaimana diketahui, pada Selasa (31/8/2021) MK mengeluarkan keputusan yang menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar.
Anwar mengatakan, seluruh permohonan yang didalilkan pemohon tidak beralasan menurut hukum. Oleh karena itu, permohonan tersebut harus dinyatakan ditolak untuk seluruhnya.
Respons KPK
Merespons hal itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata berkata bahwa pihaknya kini tinggal menunggu hasil putusan Mahkamah Agung (MA).
Saat ini, seperti diketahui, MA tengah menguji Peraturan KPK (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 yang menjadi dasar pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
"Kan masih ada permohonan uji materi di MA. Ya kami juga menunggu putusan MA," kata Alex dalam keterangannya, Selasa (31/8/2021).
Sebab, dijelaskan Alex, pengujian Perkom 1/2021 di MA untuk menentukan sah atau tidaknya TWK.
Baca juga: Pimpinan KPK Disebut Tak Satu Suara Soal TWK, Istilah Seleksi Muncul di Detik-detik Akhir
KPK, lanjutnya, belum mau memberikan sikap terkait pelaksanaan TWK itu karena masih dalam gugatan di MA.
"Biar tuntas sekalian. Karena yang di MA menyangkut perkom yang menjadi dasar sah tidaknya TWK," kata Alex.