Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum Universitas Brawijaya Fachrizal Afandi menilai manajemen pengelolaan lembaga pemasyarakatan (lapas) harus direformasi secara menyeluruh.
Hal tersebut menyikapi insiden kebakaran Lapas Kelas I Tangerang yang menewaskan 45 orang.
Fachrizal mengatakan kejadian tersebut menjadi catatan penting tentang kegagalan khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM dalam mengelola Lapas.
Menurutnya 13 kebakaran lapas dalam kurun waktu dua tahun membuktikan ada yang tidak beres dalam manajemen pengelolaan Lapas.
Ia mengatakan hal tersebut mengingat nyawa manusia tidak bisa diukur dengan nilai berapapun.
Hal tersebut disampaikannya dalam diskusi daring bertajuk Tragedi Lapas Tangerang: Di Mana Tanggung Jawab Negara? pada Minggu (12/9/2021).
"Harus benar-benar direformasi secara menyeluruh termasuk sistem dan orang-orangnya apakah mereka sudah melakukan hal yang serius untuk mencegah ini," kata Fachrizal.
Baca juga: Ditjenpas Serahkan 2 Jenazah Korban Kebakaran Lapas Tangerang yang Sudah Berhasil Teridentifikasi
Selain itu, kata dia, berdasarkan pendekatan sistem peradilan pidana, menurutnya diperlukan kepedulian dan perhatian khusus dari pemerintah khususnya Presiden untuk menyelesaikan persoalan kelebihan penghuni pada Lapas.
Menurut dia, persoalan tersebut tidak akan bisa diselesaikan hanya Kementerian Hukum dan HAM melainkan juga terkait dengan tugas dan kewenangan Kepolisian dan Kejaksaan Agung.
Baca juga: Kebakaran Lapas Tangerang Naik ke Tahap Penyidikan, Polisi Siapkan Surat Panggilan ke Puluhan Saksi
Menurutnya perlu ada acuan terhadap ketiga lembaga eksekutif di bawah presiden tersebut untuk mengatasi masalah kelebihan penghuni Lapas.
"Jaksa Agung, Kapolri, sama Menkumham ini kan atasannya Presiden. Jadi Presiden saya kira harus turun untuk mengatasi overcrowding ini kalau dia ingin dikenang sebagai orang yang punya perhatian kepada hak asasi manusia khususnya terkait dengan permasalahan penjagaan keamanan warga negara," kata dia.