TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar meminta semua pihak tidak saling mengkambinghitamkan satu sama lain dalam kasus kebakaran Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang beberapa waktu lalu.
"Yang namanya kebakaran bisa terjadi kapan saja dan dimana saja, di laut saja bisa terjadi kebakaran. Namun yang perlu kita lihat ini sekarang adalah bukan menyalahkan siapa dan pihak mana yang harus kita jadikan kambing hitam, tapi musibah ini tetap harus dipandang sebagai sebuah hikmah yang harus kita syukuri," kata Antasari, Senin (13/9/2021).
Antasari mengatakan kejadian itu perlu tetap disyukuri karena nyatanya kondisi lapas Tangerang yang dibagi menjadi blok-blok, mampu membuat kebakaran kemarin tidak merembet ke blok-blok lain.
“Kalau kebakaran itu menimpa lapas lain yang satu blok penuh, maka kalau ada kebakaran akan menghanguskan seluruh lapas. Lihat saja bagaimana kebakaran Gedung Kejagung, kan terbakar semua. Maka hal itu yang perlu kita syukuri," ujar Antasari.
Baca juga: Tak Masuk Daftar Pemeriksaan Saksi Hari Ini, Kalapas Tangerang Diperiksa Selasa Besok
Baca juga: Polda Metro Periksa 20 Saksi Dalam Penyidikan Kasus Kebakaran Lapas Kelas I Tangerang
Dalam kesempatan itu, Antasari juga meminta Kementerian Hukum dan HAM segera menjadikan kasus kebakaran ini sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan lapas kedepannya.
“Karena kalau kita lihat saat ini ada perbandingan rasio yang jauh antara jumlah sipir dengan jumlah narapidana, sehingga lapas jadi sangat tidak ideal. Mungkin 1 sipir berbanding dengan 50 orang narapidana, jelas ini tidak sesuai. Apalagi saat ini kelebihnya Lapas Tangerang sudah 400 persen, itu artinya ada banyak yang tidak dapat terawasi. Maka ketika ada peristiwa kebakaran seperti kemarin, tentu akan sangat sulit untuk diatasi akibat keterbatasan sipir,” tegasnya.
Berdasarkan pengalaman pribadinya selama menjalani masa hukuman di Lapas Kelas I Tangerang, Antasari melihat rasio antara tenaga sipir dan warga binaan jadi kian tak seimbang.
“Dulu tahun 2011 ketika saya di sana, warga binaan baru seribuan, setelah beberapa bulan saya keluar jadi 2.000-an, sekarang kabarnya sudah lebih dari itu. Jadi pasti semakin tidak proporsional rasionya,” kata Antasari.
Baca juga: Bertambah 1 Lagi, Total Korban Meninggal Kebakaran Lapas Kelas I Tangerang Jadi 46 Orang
Mantan Kasubdit Penyidikan Kejagung ini menyatakan dulu ketika dirinya berada di dalam lapas, dia pernah ditunjuk sebagai kepala pengamanan yang berasal dari napi untuk membantu para sipir.
“Karena memang jumlah sipirnya terbatas sehingga harus dibantu. Kalau kondisi aman sih, mungkin para sipir terlihat cukup, namun jika sudah ada keributan baru terlihat para sipir kewalahan," ucapnya.
"Maka ketika itu kami diperbantukan membuat pengamanan di antara blok. Sehingga pernah kami bikin acara panggung gembira bagi napi yang diperkirakan akan rusuh ternyata aman, karena memang sudah terbentuk tim keamanan untuk membantu sipir lapas agar idak ada kerusuhan,” imbuh dia.
Antasari menyatakan sudah selayaknya Kemenkumham mengevaluasi jumlah sipir yang ada.
Selain itu jumlah para napi juga harus bisa dikurangi. Caranya dengan menyeleksi siapa yang harus masuk penjara dan siapa yang tak perlu masuk penjara.
“Di sistem hukum kita kan sudah ada kesalahan sejak awal dari mulai penyidikan, penuntutan dan peradilan. Karena mereka yang tidak masuk lapas kan sebagian besar kasusnya narkoba,“ tambahnya.
Baca juga: Ditjenpas Serahkan Jenazah Rocky, Korban Kebakaran Lapas Tangerang ke Pihak Keluarga
Namun, separuh kasus narkoba ini seharusnya tidak berada di dalam Lapas dan sudah layak harus keluar. Sebab penanganan hukum terhadap mereka salah.
“Dalam kasus narkoba ada terjadi si A punya narkoba 5 kg, kemudian si B beli 2 kg. Untuk pengantaran si A memakai tukang ojek, ojek nggak tahu isinya apa sampai depan rumah si B, dia ditangkap polisi, ojek yang masuk penjara bukan si A atau si B terkadang lolos. Padahal si tukang ojek harusnya menjadi saksi kunci. Prosesnya hukum seperti ini yang perlu diperbaiki, jika proses hukumnya benar maka lapas sepi,” kata pria kelahiran Pangkal Pinang ini.
Maka Antasari mengaku tak setuju dengan wacana pembangunan lapas baru sebab yang paling penting adalah mengurangi over kapasitas di dalam lapas.
Jadi yang tidak perlu masuk penjara sebaiknya tidak dipenjara.
“Kalau kita nambah lapas terus akhirnya kita akan dikenal internasional negeri penjara, itu kesannya kriminal kita tinggi. Sehingga investor pun jadi nggak mau masuk, lebih baik kita membenahi sistem hukum kita,” pungkasnya.