TRIBUNNEWS.COM - Wacana amandemen UUD 1945 masih terus menjadi polemik.
Sebagian kalangan menduga amandemen UUD 1945 berkaitan dengan potensi perubahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode.
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berulang kali menyatakan menolak usulan perubahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode.
Dihimpun Tribunnews.com, Selasa (14/9/2021), berikut perkembangan terkait wacana amandemen UUD 1945:
1. Ketua MPR Buka Suara
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo memberi tanggapan soal amandemen UUD 1945 dikaitkan dengan perpanjangan masa jabatan presiden.
Hal itu disampaikan Bamsoet dalam Webinar yang diselenggarakan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah, secara virtual dari Bali, Senin (13/9/21).
Menurut Bamsoet, tudingan tersebut tidak benar.
Amandemen UUD 1945, lanjutnya, hanya sebatas untuk mengembalikan Pokok-Pokok Haluan Negara.
"Di internal MPR RI sendiri, dari mulai Komisi Kajian Ketatanegaraan, Badan Pengkajian MPR, hingga tingkat pimpinan MPR, tidak pernah sekalipun membahas wacana perpanjangan periodisasi presiden menjadi tiga periode."
"Rencana MPR RI melakukan amandemen terbatas hanya untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), bukan yang lain," katanya.
Baca juga: Materi Sekolah: Riwayat Amandemen UUD 1945, Pasal yang Diubah dan Ketentuan Hasil Amandemen
Lebih lanjut, Bamsoet menerangkan aturan mengenai pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden diatur secara tegas pada pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
"Artinya, presiden dan wakil presiden hanya dapat menjabat dua kali pada jabatan yang sama, baik berturut turut maupun tidak berturut-turut. Baik masa jabatan tersebut dipegang secara penuh dalam periode 5 tahun maupun kurang dari 5 tahun," jelas Bamsoet.
2. Fadli Zon Sebut Tak Ada Urgensi