News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Seleksi Kepegawaian di KPK

ICW Beberkan 10 Alasan Mengapa Jokowi Harus Bersikap Terkait Polemik TWK KPK

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden RI Joko Widodo melepas Tukik di Pantai Kemiren, Desa Griya Tegalsari, Kelurahan Tegal Kamulyan, Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Kamis (23/9/2021). (PRESIDENTIAL PALACE/Agus Soeparto)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hitungan mundur bagi 56 pegawai nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelesaikan pengabdiannya semakin dekat.

Puluhan pegawai yang dinyatakan gagal menjadi aparatur sipil negara (ASN) melalui metode asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) akan dipecat pada 30 September 2021 lantaran dicap 'merah.'

Itu artinya, waktu mereka tinggal sepekan lagi ada di KPK, terhitung dari hari ini, Kamis (23/9/2021).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejauh ini masih bersikap normatif terhadap pemecatan Novel Baswedan dan kawan-kawan. Jokowi bersuara setelah keluar putusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Jangan apa-apa ditarik ke Presiden. Ini adalah sopan-santun ketatanegaraan. Saya harus hormati proses hukum yang sedang berjalan," kata Jokowi dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi media di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (15/9/2021).

Baca juga: Jokowi Diminta Tangani Polemik TWK KPK, MAKI: Jangan Ayam Petelur Saja yang Dianggap Penting

Melihat hal itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) memiliki 10 alasan mengapa Jokowi harus bersikap terkait polemik TWK KPK yang akan memecat puluhan pegawai tersebut.

Pertama, ICW mengharapkan Jokowi konsisten atas pernyataannya pada pertengahan Mei 2021.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengingatkan, pertengahan Mei lalu, Jokowi sempat mengeluarkan pernyataan bahwa TWK KPK tidak bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan pegawai.

"Bahkan saat itu Presiden turut mengutip putusan Mahkamah Konstitusi sebagai dasar hukum," kata Kurnia lewat keterangan tertulis, Kamis (23/9/2021).

Kedua, menurut ICW, Jokowi selaku Presiden merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam birokrasi.

Kurnia memaparkan, Pasal 3 PP 17/2020 secara tegas menyebutkan bahwa Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan PNS berwenang mengangkat PNS.

"Maka dari itu, dengan melandaskan temuan Ombudsman RI dan Komnas HAM, Presiden dapat mengambil alih kewenangan Sekjen KPK untuk melakukan pengangkatan terhadap 56 pegawai karena terbukti maladministrasi dan melanggar HAM," katanya.

Ketiga, ICW menyebut, Jokowi selaku pihak eksekutif merupakan atasan KPK berdasarkan perubahan UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini