Kata Kurnia, Pasal 3 UU 19/2019 telah meletakkan KPK di bawah rumpun kekuasaan eksekutif.
Maka dari itu, segala persoalan yang berkaitan dengan ranah administrasi mewajibkan Jokowi untuk bertindak. Dalam hal ini, polemik TWK berada dalam ranah administrasi kepegawaian.
"Jadi, tidak salah jika kemudian masyarakat mendesak agar Presiden segera mengeluarkan sikap untuk menyelesaikan permasalahan di tubuh KPK," kata dia.
Keempat, ICW menilai kondisi pemberantasan korupsi kian mengkhawatirkan.
Sebagaimana diketahui, akhir Januari 2021 Transparency International merilis Indeks Persepsi Korupsi (IPK) sejumlah negara, salah satunya Indonesia.
Faktanya, dituturkan Kurnia, peringkat maupun skor Indonesia anjlok. Untuk peringkat, turun dari 85 menjadi 102. Sedangkan skor, merosot tajam tiga poin menjadi 37.
"Maka dari itu, dengan kondisi KPK hari ini, jika tidak ada tindakan konkret dari Presiden, bukan tidak mungkin IPK Indonesia akan semakin suram pada tahun mendatang," tuturnya.
Kelima, ICW ingin Jokowi melihat rekomendasi putusan MA terkait uji materi Perkom 1/2021.
Kurnia bilang, putusan MA nomor 26 P/HUM/2021, tepatnya poin dua pertimbangan hakim secara jelas dan tegas menyebutkan bahwa tindak lanjut dari hasil asesmen TWK menjadi kewenangan pemerintah.
Maka dari itu, ICW memandang tindakan pimpinan KPK yang memutuskan pemberhentian pegawai pada akhir September nanti tidak berdasar. Sebab, keputusan itu semestinya berada pada ranah pemerintah.
"Jadi, dalam hal ini, Presiden menjadi pihak yang paling tepat untuk menyikapi polemik TWK KPK," kata Kurnia.
Keenam, ICW mau Jokowi menunaikan janji politik 2014 dan 2019, yaitu terkait penguatan KPK.
Kurnia mengingatkan, saat kampanye pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Jokowi berulang kali mengucapkan janji untuk memperkuat KPK. Namun, menurut dia, hingga saat ini realisasi akan janji tersebut belum pernah terjadi.
"Maka dari itu, masyarakat menunut kembali dalam isu TWK KPK agar Joko Widodo menunaikan janji politiknya," sebutnya.