Dalam konteks ini, affidavitnya isinya apa?
Sebenarnya berisi kesaksian saja. Saksi itu ada banyak. Jadi kalau saksi itu ada sepuluh, satu mencabut kesaksiannya masih ada sembilan. Hakim itu akan memutus perkara dengan mendengarkan sekurang-kurangnya dua orang saksi. Saksi itu mau dua, empat, atau berapa pun sama saja, jadi kalau satu mundur nggak apa-apa. Paling mereka membangun public opinion saja, oh ternyata ada pemberi kuasa mundur, cabut kuasanya, kemudian yang affidavit mundur. Ya kita juga tanya, mereka mundur ini sebabnya apa?
Baca juga: Banyak yang Menduga ada Invisible Power di Belakangnya, Yusril Justru Beberkan ini
Coba tanya Benny K Harman, jangan-jangan ada Hitler dibelakangnya. Ini kan politik, bisa saja ini mundur karena sesuatu. Kalau saya bakal tanya, ente mundur ikhlas atau karena apa, ada rupiahnya nggak mundur ini? Atau anda ditekan untuk mundur? Kalau Benny K Harman kan pemikirannya duga, duga, duga. Saya kan malas menduga-menduga, tentu terhadap orang yang mundur ini pun bisa seribu macam dugaan kita buat, tapi untuk apa?
Tadi tak masalah affidavit dicabut, tapi dalam konteks ini yang Anda ketahui, sebenarnya affidavit siapa yang Anda gunakan untuk memberikan dukungan ke JR?
Yang paling penting dalam JR itu kan ada dua. Formil dan materil. Formil itu tentang prosedur, kalau prosedur salah mengakibatkan pasal atau seluruh peraturan batal demi hukum. Materiil ini harus diuji, misalnya kedudukan Mahkamah Partai. Dalam UU parpol, Mahkamah Partai itu keputusannya final dan mengikat. Kalau nggak puas silakan mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dan itu diregister sebagai perkara perdata khusus parpol.
Tapi kalau tidak melalui Mahkamah Partai terlebih dahulu, maka gugatan di Pengadilan Negeri prematur dan akan diolah hakim. Yang kita persoalkan itu adalah pengujian ini, norma ini diuji dengan norma ini. Hakim itu sebenarnya perhatiannya ke situ. Jadi yang jauh lebih penting bukan affidavit dari seorang saksi, tapi keterangan ahli. Ahli itu adalah seorang guru besar, atau doktor di bidang itu yang sangat mengerti.
Disebutkan bahwa MA tidak punya wewenang untuk masuk lebih dalam menguji formil dan materil AD/ART parpol, karena itu bukan ranah publik. Bagaimana tanggapannya?
Banyak yang ngomong begitu, ketika saya tanya balik kebingungan jawabnya. AD/ART itu mengatur syarat-syarat untuk menjadi anggota partai itu. Misal syaratnya harus berusia 18 tahun dan beragama Islam, jika itu partai Islam. Itu mengikat umum atau tidak? Kalau saya mau menjadi anggota partai X kan saya baca syaratnya. Misal syaratnya beragama Islam, tapi agama saya Kristen ya saya nggak bisa jadi anggota partai itu.
Baca juga: Yusril Tanggapi Pernyataan Kubu AHY yang Menduga Ada Invisible Power di Belakangnya
Itu hanya mengikat anggota atau mengikat orang yang mau jadi anggota?
Orang yang belum jadi anggota itu namanya masyarakat umum. Pertanyaan saya juga sama, peraturan Dirjen itu tidak ada di dalam UU No. 12/2011, yang ada UUD 1945, TAP MPR, Perpu, dst, tidak ada peraturan Dirjen. Tapi apa bisa Anda tidak membayar pajak? Sedangkan pembayaran pajak itu dasarnya peraturan Dirjen.
Apa yang terbayang di benak Anda ketika DPP Partai Demokrat menunjuk Hamdan Zoelva sebagai kuasa hukum?
Saya nggak mau saja jadi hakim MK. Berkali-kali saya ditawarin jadi hakim MK, saya nggak mau. Pak SBY itu empat kali pernah bicara sama saya, pada waktu nyusun kabinet juga begitu. Saya bilang lebih baik saya jadi Mensesneg aja pak. 'Yang saya terpikir itu pak Yusril itu setidak-tidaknya setaralah sama kami ini'. Setaranya dimana? Dia bilang mau ditaruh di MK. Tapi saya bilang saya nggak tertarik jadi hakim dari dulu. Pak Hamdan nggak pernah jadi menteri kehakiman tapi pernah jadi Ketua MK.
Kalau Yusril nggak pernah jadi Ketua MK tapi dua kali jadi menteri kehakiman. Jadi udahlah persoalan itu nggak penting.
Saya tidak terkejut Hamdan Zoelva ditunjuk sebagai pengacara Partai Demokrat kubu AHY, karena pak Hamdan sudah jadi pengacara mereka untuk kasus di PTUN. Di kasus itu kan ada kubu Sibolangit Deli Serdang yang minta disahkan, ditolak Menkumham, kemudian mereka melakukan perlawanan di PTUN.
Baca juga: Yusril Ihza Mahendra: Yang Hitler Itu Saya atau Pak SBY?