TRIBUNNEWS.COM - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan peringatan dini untuk mewaspadai La Nina yang akan berdampak pada cuaca di Indonesia.
Menurut BMKG, intensitas La Nina akan terjadi setidaknya hingga Februasi 2022 dengan intensitas lemah-sedang.
"Kita harus segera bersiap menyambut kehadiran La Nina 2021/2022 yang diprakirakan akan berlangsung dengan intensitas lemah-sedang, setidaknya hingga Februari 2022," terang BMKG dalam siaran persnya.
BMKG pun mengimbau agar masyarakat mewaspadai terhadap dampak yang ditimbulkan dengan adanya fenomena La Nina ini.
Lantas apa sebenarnya La Nina itu? dan bagaimana dampaknya?
Baca juga: Waspada Cuaca Ekstrem hingga 1 November 2021, Hujan Sedang-Lebat di Jambi hingga Jawa Tengah
Dilansir laman BMKG, La Nina merupakan salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya curah hujan di Indonesia.
Ketika La Nina terjadi, Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya.
Pendinginan SML ini mengurangi potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum.
La Nina adalah fenomena yang berkebalikan dengan El Nino.
El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah.
Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia.
Singkatnya, El Nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum.
Catatan BMKG, menunjukkan bahwa La Nina dapat menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi jumlah curah hujan bulanan di Indonesia hingga 40 persen di atas normalnya.
Namun demikian dampak La Nina tidak seragam di seluruh Indonesia.
Baca juga: BMKG Ingatkan Datangnya La Nina Jelang Akhir Tahun 2021, Minta Masyarakat Waspada
Dampak La Nina
La Nina dapat memicu terjadinya curah hujan yang tinggi di Indonesia.
Selain itu, musim penghujan juga bisa menjadi lebih lama terjadi.
Pada Oktober 2020 lalu, BMKG mencatat tujuh siklon tropis tumbuh di Samudra Pasifik dan Laut Cina Selatan.
Beberapa studi menyebutkan terdapat hubungan antara jumlah siklon tropis di Samudera Pasifik Barat dan Laut Cina Selatan itu dengan fenomena La Nina yang saat itu terjadi.
Didasarkan pada kejadian La Nina tahun 2020 lalu, hasil kajian BMKG menunjukkan bahwa curah hujan mengalami peningkatan pada November-Desember-Januari, terutama di wilayah Sumatra bagian selatan, Jawa, Bali hingga NTT, Kalimantan bagian selatan, dan Sulawesi bagian selatan,
La Nina di akhir 2021 hingga 2022 diprediksikan relatif sama dan akan berdampak pada peningkatan curah hujan bulanan berkisar antara 20-70 persen di atas normalnya.
Dari segi kebencanaan, La Nina dapat memicu terjadinya bencana hidrometeorologi.
Bencana tersebut seperti banjir, longsor, banjir bandang, angin kencang atau puting beliung ataupun terjadinya badai tropis.
La Nina akan sangat terasa dampaknya bagi kota dan daerah yang tidak mempunyai resapan air yang bagus.
Di mana hujan yang terjadi selama beberapa jam sudah cukup untuk membuat daerah dengan resapan air kurang bagus akan tergenang banjir.
Baca juga: Penjelasan BMKG Terkait Faktor Pemicu Suhu yang Lebih Panas di Provinsi Jawa Timur
Sementara menurut Kemenkes, dampak La Nina juga berpengaruh terhadap permasalahan-permasalahan kesehatan yang meningkat seiring dengan tingginya potensi bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.
Banyaknya penyakit-penyakit menular Water-borne disease (penyakit yang terbawa air) seperti, Diare, demam tipus, kolera,disentri, leptospirosis, dan hepatitis A perlu diwaspadai terutama pada daerah-daerah yang rawan banjir.
Sementara dampak dari La Nina terhadap nelayan adalah berkurangnya tangkapan ikan yang dikarenakan kurangnya kandungan klorofil-a yang merupakan makanan ikan di lautan.
Dan dampaknya bagi petani, negatif dan positif, negatifnya adalah banjir yang mengancam persawahan dan kebun, dan positifnya adalah kondisi pengairan pada lahan pertanian akan tetap basah dikarenakan hujan tetap turun meskipun pada musim kemarau.
Pada sektor pertanian sendiri, dampak Fenomena La Nina bisa berdampak positif atau negatif.
Dampak negatif adalah bisa terdapat kerugian materiil karena banjir di lahan pertanian.
Sedangkan dampak positif pada pertanian adalah areal persawahan tidak perlu kuatir mengenai masalah pengairan pada musim kemarau, karena pada musim kemarau diperkirakan tidak akan kekurangan air.
(Tribunnews.com/Tio)
Berita Lain Terkait Info BMKG