TRIBUNNEWS.COM - Aturan pemerintah mewajibkan penumpang melakukan tes PCR sebelum naik pesawat mengundang pro dan kontra.
Sebagian publik heran dan bertanya-tanya mengenai alasan pemerintah memberlakukan aturan tersebut.
Pasalnya, aturan tersebut berbanding terbalik dengan situasi Covid-19 di Indonesia yang semakin pulih.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmidzi, membeberkan alasan di balik aturan wajib tes PCR tersebut.
Baca juga: Syarat Terbaru Naik Kereta Api Lokal: Tidak Wajib Menunjukkan PCR dan Surat Tugas
Nadia mengatakan, aturan tersebut sebagai salah satu upaya pemerintah mempertahankan kondisi penanganan Covid-19 Indonesia yang semakin baik.
Tidak hanya bertahan, kata Nadia, pemerintah terus bekerja keras dengan menekan potensi penularan virus seminimal mungkin.
Terlebih, tes PCR menjadi alat pendeteksi Covid-19 yang memiliki sensitivitas paling tajam.
"Di masa positivity rate yang semakin rendah tentunya kita harus memakai alat diagnostik yang lebih sensitif."
"Kita tidak ingin orang yang hasil negatif palsu, sebenernya positif tapi terbaca oleh alatnya negatif."
"Sensivitas pemeriksaan laboraturium yang paling tinggi itu melakukan pemeriksaan PCR."
"Yang kita jaga, orang yang dengan kondisi positif Covid tidak melakukan aktivitas di tempat publik," jelas Nadia dalam program Panggung Demokrasi Tribunnews.com, Rabu (27/10/2021).
Baca juga: Harga Sudah Turun, Pemerintah Tetap Didesak Batalkan Aturan PCR Jadi Syarat Wajib Naik Pesawat
Selain itu, Nadia mengingatkan, perjalanan transportasi pesawat memiliki kapasitas penumpang yang banyak dengan jarak perjalanan yang panjang.
Sehingga, bisa lebih berpotensi pada pergerakan mobilitas yang berujung pada penularan virus Covid-19.
"Kita membutuhkan tools untuk bisa mendeteksi (kasus) lebih baik."
"Kita tidak mau pergerakan yang kita ketahui menjadi sumber penyebaran ini semakin meningkat, tidak bisa terkendali jika kita tidak memakai alat laboraturium yang lebih baik atau yang lebih sensitif," tutur dia.
Sebagai tindak lanjut aturan wajib tes PCR itu, kini pemerintah telah resmi menurunkan harga batasan tertinggi tes PCR.
Untuk biaya tes PCR pada pulau Jawa-Bali ditetapkan tarif tertinggi Rp 275 ribu.
Sementara, di luar pulau Jawa-Bali diberi batasan tarif tertinggi Rp 300 ribu.
Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir menyebut penetapan harga tes PCR itu berdasarkan kesepakatan antara Kementerian Kesehatan bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Dari hasil evaluasi, kita sepakati bahwa batasan harga tertinggi realtime PCR diturunkan menjadi Rp 275 ribu untuk daerah pulau jawa dan bali."
"Serta Rp 300 ribu untuk luar pulau Jawa dan Bali," ucap Abdul Kadir dalam konferensi pers yang disiarkan YouTube Kemenkes RI, Rabu (27/10/2021).
Baca juga: Kemenkes Larang Laboratorium atau Klinik Jual Paket Tes PCR per Jam
Kedua harga tersebut ditetapkan melalui evaluasi perhitungan dari biaya berbagai komponen.
Seperti jasa pelayanan (SDM), komponen reagen, bahan habis pakai, biaya administrasi (overhead), dan komponen biaya lainnya yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.
Hasil RT PCR itu nantinya harus dikeluarkan penyedia jasa kesehatan maksimal 1x24 jam.
"Hasil pemeriksaan PCR dengan besaran tarif tertinggi tersebut, dikeluarkan dengan durasi maksimal 1x24 jam dari pengambilan swab RT PCR," jelas dia.
(Tribunnews.com/Shella Latifa)