Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum kedua terdakwa kasus Unlawful Killing terhadap 6 anggota eks Laskar FPI, Henry Yosodiningrat mengatakan, pihaknya merasa keberatan dengan saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang Selasa (2/11/2021) siang tadi.
"Untuk saksi sendiri, sejak awal saya keberatan," kata Henry saat ditemui awak media usai persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Diketahui, dalam sidang lanjutan yang menjerat dua terdakwa dari anggota kepolisian yakni Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella, jaksa menghadirkan seorang saksi bernama Saefullah.
Sebagai informasi, Saefullah sendiri merupakan penyidik Bareskrim Polri yang membuat surat perintah penyidikan dalam perkara ini.
Adapun hal yang membuat tim kuasa hukum dari kedua terdakwa merasa keberatan dengan saksi tersebut kata Henry, karena yang bersangkutan merupakan anggota polisi yang turut memeriksa para saksi dalam perkara ini.
Baca juga: Bareskrim Selidiki Kasus Pencabulan Anak yang Diduga Melibatkan Anggota DPR Berinisial MM
"Selain dia pelapor, dia juga saksi yang memeriksa, penyidik yang memeriksa semua saksi dalam perkara ini," ucap Henry.
Atas hal itu kata Henry, dalam persidangan tadi, pihaknya tidak melontarkan tanggapan apapun kepada saksi Saefullah.
Sebab kata dia, sedari awal persidangan pihaknya telah menolak kesaksian tersebut.
"Makanya saya tidak ajukan pertanyaan dan sejak awal saya menolak," katanya.
Tak hanya itu, dalam persidangan juga Henry menilai jaksa telah mengenyampingkan keputusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim.
Di mana hal ini bermula kala timbulnya perdebatan antara majelis hakim dan jaksa terkait dengan proses pemeriksaan saksi yang berkutat antara pemeriksaan offline ataupun online.
"Artinya jaksa melawan penetapan hakim. Tadi dia (jaksa) ngomong mohon supaya penegasan, ditegaskan oleh hakim bahwa (saksi) dihadirkan di sini. Tau-tau keberatan lagi (jaksa minta online)," tukasnya.
Jaksa Debat dengan Majelis Hakim
Berdasarkan pantauan Tribunnews.com, majelis hakim membuka jalannya persidangan pada pukul 10.30 WIB.
Kendati begitu, persidangan ini sempat diwarnai perdebatan.
Di mana hal itu bermula, saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) merasa keberatan, lantaran tujuh orang saksi yang sedianya memberikan keterangan secara online namun pada hari ini keseluruhannya berada di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sebab, sesuai dengan panggilan dan penetapan majelis hakim di awal persidangan perkara ini, para saksi harus memberikan keterangan secara online.
Hal itu membuat jaksa dalam persidangan meminta para saksi untuk menuju ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Di sana, barulah mereka bisa memberikan kesaksian secara virtual.
"Sesuai panggilan dan penetapan majelis hakim bahwa persidangan tetap online belum ada penetapan di luar itu. Oleh karena itu kami menunggu saksi hadir di kejaksaan negeri jakarta selatan," kata jaksa dalam ruang sidang utama PN Jakarta Selatan.
Pada persidangan ini, satu saksi sudah berada di Kejasaan Negeri Jakarta Selatan. Namun, terdapat tujuh saksi lain berada di PN Jakarta Selatan.
Atas hal itu, majelis hakim mengambil sikap untuk tidak memeriksa semua saksi yang dihadirkan. Kata hakim, hanya ada empat orang saksi yang akan dimintai keterangan.
"Dengan melihat seperti ini majelis akan mengambil sikap bahwa persidangan ada offline terbatas saksinya tidak sebanyak yang penuntut umum hadirkan, mungkin empat dulu dan nanti tetapi satu-satu," kata ketua majelis hakim M. Arif Nuryanta.
Merespons hal itu, jaksa tetap keberatan jika saksi diperiksa sebagian secara online dan offline. Jaksa tetap merujuk pada surat penetapan yang sudah ada.
"Untuk hari ini kami tegaskan kami tetap pada surat penetapan panggilan. Mohon maaf atas keberatan kami ini dan mohon di catat alam berita acara sidang," ucap jaksa.
Hal ini didasari lantaran pada sidang pekan lalu, tim kuasa hukum kedua terdakwa meminta agar saksi di hadirkan secara offline.
Permintaan itu turut menjadi pertimbangan majelis hakim sebelum sidang ditutup.
Alhasil, majelis hakim mengambil keputusan kalau saksi yang diperiksa pada hari ini, hanya satu orang yang berada di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Adapun saksi yang akhirnya diperiksa untuk dimintai keterangan yakni bernama Saefullah yang merupakan penyidik dari Bareskrim Polri.
Dakwaan Jaksa
Pada perkara ini, terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella didakwa telah melakukan penganiayaan yang membuat kematian secara sendiri atau bersama-sama terhadap 6 orang anggota eks Laskar FPI.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan, dengan sengaja merampas nyawa orang lain," kata jaksa dalam persidangan Senin (18/10/2021).
Atas hal itu, jaksa menyatakan, perbuatan para terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.