TRIBUNNEWS.COM - Masyarakat heboh dengan dugaan keterlibatan pejabat dalam lingkaran bisnis tes PCR maupun antigen di tanah air.
Sejumlah nama menteri dituding ikut terlibat, antara lain Menteri Koodinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir.
Nama Erick Thohir dikaitkan dengan perusahaan penyedia jasa tes Covid-19, PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).
Terkait hal tersebut, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyebut tuduhan pada menterinya sangat jahat dan tidak relevan.
Baca juga: PPKM Diperpanjang! Simak Syarat dan Aturan Penerbangan Terbaru, Tidak Wajib PCR, Boleh Tes Antigen
Ia menjelaskan, berdasarkan data selama pandemi Covid-19, ada 28,4 juta tes PCR tersebar di Indonesia.
Dari jumlah tersebut, PT GSI sudah memberi pelayanan tes PCR sebanyak 700 ribu selama pandemi, di mana hanya 2,5 persen dari ketersedian alat PCR.
"Ini jahat sekali sebenarnya. Pertama, sampai hari ini 28,4 juta tes PCR dari awal sampai akhir."
"Sesuai data, PT GSI melakukan tes PCR 700 ribu dari awal sampai akhir. Ini hanya 2,5 persen dari 28,4 juta," jelas Arya, dikutip dari tayangan YouTube TV One, Selasa (2/11/2021).
Sehingga, dari hasil data itu, ia membantah Erick Thohir bermain bisnis di dalamnya.
Baca juga: Lapor Covid-19 Minta Kemenkes Buka Informasi Komponen Pembentuk Tarif Pemeriksaan Tes PCR
Menurut Arya, jika tuduhan Erick Thohir ikut bermain bisnis PCR benar, semestinya jumlah persen jasa tes PCR lebih besar dari angka yang ia sebutkan.
Arya juga menjelaskan, Erick Thohir sudah tidak aktif di PT Yayasan Kemanusian Adaro sejak mengemban jabatan sebagai Menteri BUMN.
"Kalau dikatakan bisnis ada permainan seharusnya 25 persen-30 persen menguasai. Ini enggak."
"Di situ disebutkan para pemegang saham PT GSI, salah satunya adalah PT Yayasan Kemanusian Adaro."
"Sahamnya Adaro hanya 6 persen, bayangkan dari 2,5 persen tadi."
"Kemudian ini dikaitkan dengan pak Erick Thohir. Kalau ini permainan, ini kecil, untuk apa bagi pak Erick bermain seperti ini?" jelasnya.
Baca juga: Heboh Dugaan Bisnis Tes PCR, Menko Luhut Hingga Erick Thohir Beri Respons
Baca juga: Mengapa Aturan Wajib Tes PCR Terus Berubah-ubah? Ini Tanggapan Istana
Selain itu, kata Arya, pihak Kementerian BUMN juga tak meraup keuntungan dari adanya kebijakan tes PCR.
Ia mengaku perusahaan BUMN banyak yang mengalami kerugian dari adanya kebijakan tes PCR.
"Bagi kami BUMN, tes PCR, maaf kata, agak merugikan kami. Garuda, Angkasa Pura rugi semua gara-gara tes PCR, hotel-hotel kami sedikit pengunjung."
"Ini kecil banget dibandingkan kerugian perusahaan BUMN kami. Kami tidak diuntungkan lah dari kebijakan ini," kata dia.
Arya pun menanyakan terkait data dari tuduhan yang mencatut nama Erick Thohir itu.
Ia heran mengapa data 97,5 persen penyedia jasa tes PCR lain tidak dibuka.
"Kalau cari keuntungan tidak seperti itu mainnya. Kenapa 97,5 persen enggak dibuka?" tandasnya.
Sebelumnya diberitakan Tribunnews.com, Mantan Direktur Publikasi dan Pendidikan Publik Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Agustinus Edy Kristianto mengungkapkan sejumlah nama menteri yang disebut terafiliasi dengan bisnis tes Covid-19 baik PCR maupun Antigen.
Dalam Facebook pribadinya, Edy menyebut sejumlah nama yakni, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan; dan Menteri BUMN, Erick Thohir.
Kedua menteri ini diduga terlibat dalam pendirian perusahaan penyedia jasa tes Covid-19, PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).
Edy menerangkan, PT GSI lahir dari PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtra, anak PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) yang sebagian kecil sahamnya dimiliki oleh Luhut.
Selain itu, PT GSI juga dilahirkan oleh PT Yayasan Adaro Bangun Negeri yang berkaitan dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO), 6,18 persen sahamnya dimiliki Boy Thohir yang tak lain adalah saudara dari Erick Thohir.
(Tribunnews.com/Shella Latifa/ Reynas Abdila)
Baca berita lain seputar Virus Corona