"Saya kira 20 tahun orang dengan catatan yang baik, tidak mengulangi perbuatannya, bahkan menjadi bagian dari program lapas, mereka mempunyai hak untuk mendapatkan pengurangan atau pengubahan hukuman dari hukuman mati menjadi hukuman yang punya kerangka waktu tertentu," kata Anam.
Diberitakan sebelumnya Merry Utami, perempuan asal Sukoharjo, Jawa Tengah menjadi terpidana mati karena terseret dalam kasus obat-obatan terlarang di tahun 2001 silam.
Merry merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT dari sang suami.
Bahkan sang suami memaksa Merry untuk bekerja di luar negeri dengan menjadi buruh migran atau TKI.
Baca juga: Komnas HAM Terkejut dengan Langkah Pengawasan di Internal Kepolisian Saat Ini
Merry memutuskan untuk bercerai dengan sang suami setelah bekerja selama dua tahun di luar negeri.
Di tahun 2001, Merry memutuskan untuk pergi ke Taiwan untuk kedua kalinya.
Kala itu, ia menuju Jakarta terlebih dahulu, untuk melakukan sejumlah proses sebelum keberangkatannya menjadi TKI.
Namun, saat di Jakarta, ia bertemu dengan seorang warga negara Kanada, bernama Jerry.
Jerry terlihat bersikap baik hingga sangat perhatian dan dekat dengan anak-anak Merry.
Keduanya pun memutuskan untuk berpacaran dan Jerry mengajak Merry berlibur ke Nepal.
Pada Oktober 2001, Jerry terlebih dahulu pulang ke Jakarta karena ada urusan bisnis.
Sementara Merry diminta untuk menunggu teman Jerry karena akan menitipkan tas.
Sampai di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten Merry justru ditangkap pihak otoritas setempat.
Ia didapati membawa 1,1 kilogram heroin yang berada di dalam tas titipan teman Jerry.