Himmatul mengatakan, agama antara lain mengatur masalah seksual, termasuk melarang kekerasan seksual.
Namun sayangnya, Permendikbudristek ini justru mengabaikan pendekatan agama dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual di perguruan tinggi.
Pengaturan mengenai sejumlah jenis kekerasan seksual dalam Permendikbudristek ini (pasal 5) yang menyebutkan bahwa aktivitas seksual disebut kekerasan seksual karena tidak mendapat persetujuan korban, bahkan tidak memandang penting nilai-nilai agama yang telah dianut dan diyakini masyarakat Indonesia.
"Alih-alih mencegah kekerasan seksual, Permendikbudristek ini justru membiarkan aktivitas seksual di lingkungan kampus yang bertentangan dengan nilai-nilai agama," ujarnya, dikutip Tribunnews.com.
Baca juga: Legislator Gerindra: Permendikbudristek 30/2021 Abaikan Nilai-nilai Agama
Baca juga: Dukung Permendikbudristek Pencegahan Kekerasan Seksual, Kemenag Bakal Terbitkan Surat Edaran
Berikut Pasal Permendikbud yang Jadi Sorotan
Pasal 5
(1) Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.
(2) Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban;
b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;
c. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual
pada Korban;
d. menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;
e. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban;
f. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;