TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR, Arteria Dahlan, menilai aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim tak layak dijerat dengan operasi tangkap tangan (OTT).
Politisi PDIP itu menilai mestinya menjerat penegak hukum dengan instrumen hukum lain yang dilakukan secara lebih menantang.
Selain itu, Arteria juga menyebut aparat penegak hukum tersebut adalah simbol negara.
"Bukan karena kita pro-koruptor, karena mereka adalah simbol-simbol negara di bidang penegakan hukum," kata Arteria dalam diskusi bertajuk 'Hukuman Mati bagi Koruptor, Terimplementasikah?' pada Kamis (18/11/2021).
Sementara, setelah dihubungi secara terpisah, Arteria kembali menjelaskan maksud dari pernyataanya.
Arteria tidak membantah pernyataan tersebut.
Baca juga: Profil Arteria Dahlan, Dikritik Imbas Pernyataannya soal Penegak Hukum Tak Boleh Di-OTT
Ia justru membenarkan, para jaksa, polisi, dan hakim adalah simbol negara di bidang penegakan hukum yang harus dijaga marwah kehormatannya.
"Sebaiknya aparat penegak hukum, polisi, hakim, jaksa, KPK, itu tidak usah dilakukan instrumen OTT terhadap mereka."
"Alasannya pertama mereka ini adalah simbolisasi negara di bidang penegakan hukum, mereka simbol-simbol, jadi marwah kehormatan harus dijaga," kata Arteria saat dihubungi Kompas.com, Jumat (19/11/2021).
Ia menilai, OTT selama ini justru membuat gaduh dan menyebabkan rasa saling tidak percaya (distrust) antarlembaga.
Oleh sebab itu, menurut Arteria, OTT hendaknya tidak dimaknai sebagai satu-satunya cara untuk melakukan penegakan hukum.
Ia meyakini, lembaga-lembaga penegak hukum memiliki penyidik-penyidik yang andal sehingga dapat menguak sebuah kasus korupsi dengan melakukan konstruksi perkara, tidak hanya lewat OTT.
"Bukan hanya disharmoni lagi, sehingga hubungannya pada rusak, sehingga jauh dari apa yang dicita-citakan."
"Sedangkan kalau hanya untuk melakukan penegakan hukum ya kita masih bisa punya instrumen-instrumen yang lain," kata Arteria.
Arteria pun menegaskan, usul yang ia sampaikan itu bukan berarti menghalalkan perilaku korup dalam institusi Polri, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung.
Ia juga menepis anggapan usulnya itu dapat menciptakan ketidakadilan di mata hukum.
Menurutnya, tanpa adanya OTT, asas persamaan di mata hukum tetap dapat diterapkan.
"Perlakuan di mata hukumnya sama, apa, polisi bisa ditangkap, jaksa bisa ditangkap hakim bisa ditangkap, perbedaannya dengan cara menangkapnya atau melakukan penegakan hukumnya, itu bukan diskriminasi itu namanya open legal policy," ujar Arteria.
Respons Novel Baswedan
Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan ikut merespons pernyataan Arteria.
Melalui akun Twitter pribadi-nya, @nazaqistsha, Novel merespons cuitan mantan penyelidik KPK Aulia Postiera yang mengunggah berita tentang pernyataan Arteria.
Membalas cuitan tersebut, Novel menyinggung dengan kalimat satir yang menyebut sekalian saja semua pejabat tidak boleh di-OTT.
"Sekalian saja, semua pejabat tadak boleh di-OTT agar terjaga harkat dan martabatnya.
Mau korupsi atau rampok uang negara bebas..," kata Novel dalam cuitannya yang dikutip Tribunnews.com, Jumat (19/11/2021).
"Kok bisa ya anggota DPR berfikir begitu? Belajar dimana..," tambah Novel.
Selain Novel, mantan penyelidik KPK lainnya, Rieswin Rachwell juga merespons dengan hal serupa.
Melalui akun Twitter-nya, Rieswin menyebut seharusnya semua pejabat--tak hanya aparat penegak hukum--adalah simbol negara sehingga tidak boleh di-OTT.
Sebab, jika ditangkap, akan mengganggu pembangunan.
"Lebih mudah tidak OTT daripada menyuruh jangan korupsi. Inilah wawasan kebangsaan pancasila anti-taliban," tulis Rieswin, dikutip dari Tribunnews.com.
ICW: Bengkok dalam Logika Berpikir
Indonesia Corruption Watch (ICW) merespons pernyataan Arteria Dahlan yang menyebut Operasi Tangkap Tangan (OTT) tak perlu dilakukan kepada polisi, jaksa, dan hakim.
Menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana, ada yang salah dalam cara berpikir Arteria Dahlan.
"ICW melihat ada yang bengkok dalam logika berpikir Arteria Dahlan terkait dengan OTT aparat penegak hukum. Selain bengkok, pernyataan anggota DPR RI fraksi PDIP itu juga tidak disertai argumentasi yang kuat," kata Kurnia kepada Tribunnews.com, Jumat (19/11/2021).
Pertama, Kurnia menyebut Arteria seolah-olah tidak memahami bahwa filosofi dasar penegakan hukum adalah equality before the law.
"Ini mengartikan, siapa saja sama di muka hukum, sekali pun mereka adalah aparat penegak hukum," katanya.
Kedua, Arteria mengatakan OTT kerap kali menimbulkan kegaduhan. Menurut Kurnia, pernyataan semacam itu sulit dipahami.
"Sebab, kegaduhan itu timbul bukan karena penegak hukum melakukan OTT, melainkan faktor eksternal, misalnya tingkah laku dari tersangka atau kelompok tertentu yang berupaya mengganggu atau menghambat penegakan hukum," kata Kurnia.
Baca juga: Eks Pegawai KPK Kritik Politikus PDIP Arteria Dahlan, Sebut Polisi, Hakim, & Jaksa Tak Boleh Di-OTT
Ketiga, Kurnia berpendapat Arteria harus lebih cermat membaca KUHAP. Sebab, Kurnia menjelaskan, tangkap tangan diatur secara rinci dalam Pasal 1 angka 19 KUHAP dan legal untuk dilakukan oleh penegak hukum.
Keempat, Arteria mengatakan OTT cenderung dapat menimbulkan isu kriminalisasi dan politisisasi. Menurut Kurnia, ungkapan seperti itu bukan hal baru lagi.
"Sebab, dari dulu banyak politisi menggunakan dalih tersebut tapi tidak bisa membuktikan apa yang mereka sampaikan," katanya.
Kelima, kata Kurnia, Arteria tidak memahami bahwa hal utama yang harus dijadikan fokus penindakan perkara korupsi adalah penegak hukum.
Satu contoh konkret bisa merujuk pada sejarah pembentukan KPK Hongkong atau ICAC.
Di sana, kata Kurnia, pemberantasan korupsi dimulai dari membersihkan aparat kepolisian dengan menindak oknum yang korup.
Baca juga: PROFIL Bupati Banyumas Achmad Husein yang Viral karena Pernyataan Takut Kena OTT KPK
"Dengan begitu, maka penegakan hukum dapat terbebas dari praktik korupsi dan kepercayaan publik pun lambat laun akan kembali meningkat," katanya.
Namun, di luar itu, ICW tidak lagi kaget mendengar pernyataan Arteria Dahlan terkait hal tersebut.
"Sebab, dari dulu ia memang tidak pernah menunjukkan keberpihakan terhadap isu pemberantasan korupsi," kata Kurnia.
Respons Polri
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan merespons pernyataan anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan yang menyebut polisi, jaksa, dan hakim semestinya tidak bisa ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT).
Ramadhan menegaskan, Polri senantiasa melaksanakan tugas sebagai penegak hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
"Kami sebagai alat penegak hukum bertindak atas dasar aturan dan perundang-undangan yang berlaku," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (19/11/2021).