TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Nizam, menceritakan latar belakang diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Nizam mengungkapkan, dirinya hampir setiap minggu mendapatkan keluhan dari mahasiswa soal kekerasan seksual yang terjadi di kampus.
Namun, selama itu pula korban tak berani melaporkan kejadian pelecehan seksual yang terjadi.
Pun demikian, dengan para pimpinan perguruan tinggi juga bingung karena tidak ada payung legal untuk bisa memproses itu, karena berada di ranah yang sangat abu-abu.
Hal itu disampaikannya dalam webinar yang digelar Fraksi PAN bertajuk 'Kontroversi Permendikbud No.30 Tahun 2021', Jumat (19/11/2021).
Baca juga: Dekan FISIP UNRI Tersangka Dugaan Pelecehan Seksual, Muncul Desakan Penahanan dan Copot Jabatan
"Korban pun takut melapor karena tidak taju kepada siapa melapor dan kalau melapor juga membalik kepada pelapor karena tidak ada perlindungan untuk korban," katanya.
Nizam mengatakan, kekerasan seksual yang dilaporkan itu beragam jenis, tidak hanya fisik tetapi juga secara verbal.
Sehingga dari berbagai kondisi tersebut, maka sejak 2020, Kemendikbudristek bersama berbagai organisasi dak aktivis, melakukan penelitian, kajian dan pendalaman terhadap laporan tersebut.
"Nah selama 1,5 tahun kita bahas, kita rumuskan akhirnya terumuskan didalam Permendikbudristek nomor 30 tahun 2021 yang penekanannya nomor satu adalah pencegahan," ucapnya.
"Bagaimana kita mencegah supaya kejadian pelecehan seksual, kekerasan seksual atau kekerasan berbasis gender itu tidak berlanjut dan tidak terjadi di lingkungan perguruan tinggi, karena perguruan tinggi seharusnya menjadi tempat paling aman di dunia untuk mengembangkan diri, mengembangkan beragam potensi," pungkasnya.