Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan tindak pidana terorisme Munarman menyebut dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terkait perkara yang menjeratnya merupakan fitnah dan rekayasa.
Hal itu diungkapkan Munarman dalam sidang pembacaan eksepsi atau nota keberatan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (15/12/2021).
Bahkan dirinya menuding, perkara terorime ini merupakan upaya beberapa golongan untuk mencegahnya berpartisipasi dalam Pemilu 2024.
Terlebih kata dia, semua orang yang ditangkap dan dipidana dalam kasus terorisme tidak ada kaitan dengan dirinya.
"Ini telah diarahkan, digiring bahkan dibuatkan konser opini melalui berbagai media, baik media mainstream maupun media sosial para buzzer, dalam rangka menjadikan saya sebagai target operasi untuk ditangkap dan dipenjarakan minimal hingga selesai Pemilu 2024," kata Munarman dalam persidangan.
Lantas Munarman memberkan setidaknya ada tiga alasan atau tujuan yang dinilai sebagai dasar utama dia dijerat kasus terorisme.
Baca juga: Polisi Tangkap 2 Orang Mencurigakan saat Sidang Perdana Munarman di PN Jakarta Timur
Alasan itu termasuk untuk menghalangi proses advokasi dirinya untuk keluarga korban anggota eks Laskar FPI yang tewas dalam penembakan di ruas jalan tol Jakarta-Cikampek, Desember lalu.
Sementara alasan selanjutnya yang dinilainya menjadi perhatian yakni untuk mencegah partisipasinya pada Pemilu 2024.
"Jadi, ada tiga motif utama dalam memperkarakan saya, pertama; adalah untuk menghalangi advokasi hukum internasional terhadap peristiwa pembantaian 6 orang pengawal Habib Rizieq. Kedua, sebagai upaya mencegah saya untuk berpartisipasi dalam proses Pemilu 2024," kata Munarman.
"Dan yang ketiga, adanya kebencian yang mendalam secara ideologis terhadap Islam, sehingga suara kritis dan aspirasi dari umat Islam harus dibungkam dan dimusnahkan melalui rekayasa yang sedemikian rupa," sambungnya.
Baca juga: Dijerat Dakwaan Aksi Teror, Munarman Sebut Penetapan Tersangkanya Patut Masuk Guinness World Records
Lebih lanjut, mantan aktivis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu mengatakan kasus ini sengaja direkayasa agar dirinya tidak turut terlibat dalam kontestasi Pilpres mendatang.
Padahal kata dia, tidak ada rencana apapun dalam pikirannya untuk terjun langsung dalam agenda Pemilu tersebut, terlebih terkait rencana menjadi pesaing para politikus atau pejabat negara.
"Saya tidak punya agenda merebut kekuasaan mereka, tapi komplotan tersebut karena sudah sangat mencintai kehidupan dunia, maka secara psikologi sudah menjadi seperti fir'aun yang ketakutan kekuasaannya hilang, hingga memerintahkan pembunuhan terhadap bayi-bayi Bani Israil dan memfitnah Nabi Musa AS sebagai orang yang memecah belah bangsa," katanya.