Bahkan di sejumlah negara tidak pake karantina ketika sudah vaksin dua kali dan hasil PCR negatif.
Jangan sampai, ujar dia, kebijakan karantina ini menimbulkan penilaian publik bahwa pemerintah sedang 'berbisnis' tempat penginapan setelah publik mempertanyakan terkait 'bisnis PCR'.
"Ini pertanyaan yang harus dijawab karena memang berat bagi masyarakat umum dari segi biaya. Belum lagi di negara kedatangan juga harus melakukan karantina. Dari segi waktu dan biaya tentu sangat tidak efektif. Jangan sampai muncul dugaan kembali pertimbangannya ekonomi semata bukan kesehatan," kata Mufida.
Ia pun meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan batas waktu karantina mandiri yang scientist based.
Sementara di dalam negeri, pemerintah juga mengubah rencana aturan pembatasan PPKM 3 secara nasional pada momen Nataru menjadi bentuk lain.
"Penjelasannya belum terlihat dari sisi sains, kebijakan berubah apa dasar sainsnya harus detil dijelaskan kepada publik. Agar tidak memberatkan masyarakat," tandasnya.