Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Timur kembali menggelar sidang perkara dugaan tindak pidana terorisme atas terdakwa Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Munarman, Rabu (22/12/2021).
Sebagaimana telah dijadwalkan pada sidang pekan lalu, sidang hari ini beragendakan mendengar tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) atas eksepsi atau nota keberatan terhadap dakwaan Munarman.
"Sidang hari ini hanya mendengarkan tanggapan Jaksa Penuntut Umum," kata Kuasa Hukum Munarman, Aziz Yanuar saat dikonfirmasi, Rabu (22/12/2021).
Kendati begitu, Aziz enggan untuk berkomentar lebih lanjut terhadap tanggapan jaksa atas pleidoi yang telah dibacakan.
Dirinya hanya memastikan kalau pihaknya akan senantiasa mengikuti jalannya persidangan tanpa adanya persiapan khusus apapun.
"Santai (ikuti sidang hari ini) tidak ada persiapan khusus," ujar Aziz.
Diketahui, pada sidang pembacaan eksepsi pekan kemarin, terdakwa Munarman menyebut kalau dia merupakan target penangkapan dari aparat penegak hukum.
Baca juga: 2 Pria di Mobil Pelat RFP Ditangkap Saat Sidang Terorisme Munarman
Menurut pengakuannya, hal itu bermula saat dia melakukan pembelaan kepada 6 anggota eks Laskar FPI yang tewas dalam insiden penembakan dengan anggota polisi di ruas jalan tol Jakarta-Cikampek pada 7 Desember 2020.
"Dan sejak saya menyatakan bahwa para pengawal Habib Rizieq tidak mebawa senjata api maka ramai orang suruhan komplotan melaporkan saya ke polisi dengan tujuan memanjarakan saya," kata Munarman dalam persidangan, Rabu (15/12/2021).
Lebih lanjut, eks Sekretaris Umum (Sekum) FPI itu menyebut, setelah ada pernyataan yang dilayangkannya itu lantas banyak pihak yang membuat laporan kepolisian untuk menangkap dirinya.
Munarman mengklaim, laporan itu sudah teragenda.
Baca juga: Mondar-mandir Keliling PN Jaktim Naik Mobil Plat RFP, Polisi Amankan Dua Orang Saat Sidang Munarman
Bahkan untuk mengembangkan agenda tersebut, Munarman mengatakan, banyak media massa hingga media sosial yang memuat kabar tersebut.
"Cara kerja cipta kondisi dengan opini melalui orang-orang suruhan untuk membuat laporan polisi, lalu operasi media untuk memblowup hal tersebut sudah jamak dilakukan oleh komplotan yang memiliki kekuasaan power full," ucapnya.