Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons penilaian kinerja yang dilayangkan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Dalam reponsnya KPK menghargai segala bentuk kritik dan persepsi dari publik.
Dalam penilaiannya, ICW memberi rapor merah kepada lembaga antirasuah tersebut.
"KPK menghargai setiap persepsi publik, termasuk sebagian pandangan yang memberikan kritik dan masukan terhadap KPK," kata Plt juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jumat (31/12/2021).
Lebih lanjut kata Ali, KPK selalu membuka diri terhadap setiap saran yang konstruktif.
Sebab kata dia, KPK selalu menempatkan masyarakat sebagai mitra penting untuk mendukung tugas-tugas pemberantasan korupsi.
Tak hanya itu, terkait capaian pemberantasan korupsi yang disorot ICW, Ali mengatakan bahwa hal itu tidak hanya sebatas penindakan terlebih menghitung jumlah operasi tangkap tangan (OTT)
"Capaian pemberantasan korupsi tidak sebatas penindakan saja, apalagi hanya menghitung jumlah OTT. Karena OTT hanya salah satu metode dalam penindakan," ucapnya.
Baca juga: Selisik Dugaan Korupsi Dana PEN Daerah 2021, KPK Lakukan Penggeledahan di Sejumlah Tempat
Berdasarkan catatannya, selama tahun 2021 KPK telah melakukan OTT sebanyak enam kali, sedangkan untuk penerbitan surat perintah penyidikan (sprindik) total 105 dengan jumlah 123 tersangka.
"Artinya, jika merujuk pada angka tersebut, penetapan tersangka melalui OTT tidak lebih dari lima persen dari total kegiatan penyidikan KPK," kata Ali.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama satu tahun ini.
Kinerja KPK dinilai tidak memuaskan.
Baca juga: KPK Siap Penuhi Perintah Hakim untuk Konfrontasi Aliza Gunado dengan Saksi Lain di Persidangan
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, atas hal itu pihaknya memberikan rapor merah dengan strata nilai E untuk kinerja lembaga antirasuah tersebut pada tahun ini yang bertepatan pada 18 tahun KPK berdiri.
"ICW memberikan rapor merah pada KPK dalam rangka memperingati hari ulang tahun KPK ke 18," kata Kurnia kepada wartawan, dikutip Jumat (31/12/2021).
"Kalau A itu sempurna maka kami berikan E kepada KPK atau tidak lulus," lanjutnya.
Lebih lanjut kata Kurnia, pemberian rapor merah dengan nilai E itu didasari karena ICW menilai ada beberapa masalah dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Pertama, pihaknya menilai jumlah penindakan yang dilakukan lembaga antirasuah terhitung anjlok khususnya di tahun ini.
Baca juga: KPK Tetapkan Mantan Pejabat DJP Jadi Tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang
"Dalam catatan ICW tangkap tangan KPK sangat jauh berbeda ketimbang tahun-tahun sebelumnya, yang kami catat ada enam tangkap tangan," kata dia.
Kendati begitu, dirinya tidak mengeluarkan data terkait jumlah penindakan oleh KPK pada tahun lalu.
Selanjutnya, rapor merah yang dilayangkan oleh ICW juga karena ada beberapa pimpinan di KPK yang melakukan pelanggaran etik.
Dirinya menyoroti nama Ketua KPK Firli Bahuri dan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar yang mendapatkan vonis pelanggaran etik dari Dewan Pengawas (Dewas) di tahun ini.
"Kemudian ada persoalan etik dalam tubuh KPK di pimpinan KPK, dua di antaranya melanggar etik, Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar," kata dia.
Tak hanya itu, pihaknya juga kata Kurnia turut menyayangkan penyelenggaran tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dilakukan KPK dalam proses alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Di mana menurut penilaian ICW, KPK gagal mengalihkan status pegawai yang dinilai berintegritas untuk menjadi ASN KPK.
Lebih lanjut, permasalahan dalam konteks gimmick politik, yang seringkali dilakukan pimpinan KPK juga dinilai telah memperburuk penilaian ICW kepada KPK.
"Misalnya dulu di tahun 2020, pimpinan KPK sempat memasak nasi goreng misalnya, kemudian turut membagi-bagikan bansos, selain dari itu ada persoalan di internal KPK ketika menyingkirkan pegawai-pegawai berintregitas juga diikuti dengan penurunan kualitas penindakan yang buruk," kata dia.
Selanjutnya, dalam penilaian ini KPK juga dinilai kurang tegas dalam memberikan tuntutan perkara. Hal itu terjadi dalam penanganan perkara kasus dugaan suap bantuan sosial, dan ekspor benih lobster.
Diketahui dalam perkara itu turut menjerat pejabat publik yakni eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara dan eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
"Ada yang kami capture semisal kasus-kasus besar seperti bansos dan suap ekspor benih lobster, pada faktanya tidak banyak diungkap oleh KPK. Juliari Pieter Batubara hanya dituntut 11 tahun penjara, Edhy Prabowo hanya dituntut 5 tahun penjara," ucapnya.
Atas penilaian ini, ICW berharap pada 2022 mendatang KPK dapat berbenah diri. Hanya saja dirinya merasa pesimis atas harapannya itu.
"Kami tidak punya ekspetasi apapun kepada KPK, karena kami paham betul kondisi hari ini tidak mungkin bisa mengembalikan KPK seperti sedia kala," tukasnya.