Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS Dr Kurniasih Mufidayati mengusulkan pembentukan Panitia Kerja (panja) Vaksin untuk mengevaluasi pelaksanaan vaksinasi yang tengah digencarkan Pemerintah.
Melalui Panja Vaksin, diharapkan permasalahan yang beberapa bulan terakhir mendapatkan sorotan akan mendapatkan gambaran secara transparan.
Usulan panja ini disebutkan sebagai bentuk moral sekaligus tanggungjawab Fraksi PKS di DPR RI dalam rangka mendukung suksesnya kebijakan vaksinasi dalam menurunkan kurva Covid-19 di Indonesia.
Dimana pelaksanaannya ada beberapa catatan yang perlu digarisbawahi.
"Untuk vaksin booster ini sedang kami persoalkan, kenapa tidak ada yang halal. Ini pasti akan menghambat booster, pada dosis pertama dan kedua saja dari 514an daerah baru 244 daerah yang vaksinasinya terbaru sekitar 60 persen. Ini masih menjadi PR besar," kata Kurniasih, Sabtu (14/1/2022).
"Ini kan yang dibelanjakan pakai uang APBN. Sejak awal kami sudah meminta agar pembelian vaksin sesuai hitungan. Begitu banyak persoalan, tidak hanya mengenai vaksin halal dan non halal, tetapi juga menyangkut insentif sebesar Rp 8,3 Triliun namun capaiannya belum maksimal. Kami mendorong dibentuknya Panja Vaksin," tambahnya.
Baca juga: Syarat Penerima Vaksin Booster, Simak Cara Cek Tiket dan Jadwal Vaksinasi di PeduliLindungi
Kurniasih menyebut, Panja Vaksin diharapkan nantinya bisa memanggil Kementerian Kesehatan RI, Badan Pengawas dan Obat dan Makanan RI, Majelis Ulama Indonesia, hingga pihak-pihak terkait pelaksanaan vaksinasi.
Termasuk dari BUMN yang bergerak dibidang farmasi yang diketahui ikut menangani vaksinasi.
Fraksi PKS menyoroti 'diabaikannya' MUI dalam proses penggunaan vaksin.
Padahal lembaga ini sudah melakukan kajian yang mendalam terkait vaksin halal agar bisa dimanfaatkan Pemerintah dalam menekan angka penolakan vaksinasi di masyarakat.
Baca juga: Pemerintah Targetkan Pemberian Vaksin Primer Covid-19 Selesai Akhir Maret 2022
Padahal jamak diketahui jika penolakan vaksinasi salah satunya disebabkan aspek kehalalan produk vaksin.
"Kami akan terus dorong agar ini bisa menjadi regulasi, MUI harus digandeng Kemenkes sejak awal. Kami usulkan pembentukan Panja Vaksin," ungkapnya.
Sementara itu, Bendahara Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Zaedi Basiturrozak menyatakan jika Surat Edaran Pelaksanaan Vaksinasi Booster yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan per Kamis 13 Januari 2022 sama sekali tidak menyinggung aspek vaksin halal.
"Kita tidak berbicara dalam aspek mayoritas dan aspek minoritas, tetapi Islam sebagai komponen Bangsa Indonesia. Menjadi naif ketika Presiden sudah menganjurkan agar vaksinasi memperhatikan aspek kehalalan, DPR sudah melakukan pressure, tetapi tidak ditindaklanjuti, diabaikan Kementerian Kesehatan," jelas Zaedi.
Baca juga: Kasus Covid 19 Sempat Naik, Bali Perketat Semua Pintu Masuk, Terutama Pelabuhan Gilimanuk
Karena itu pula, menurutnya menjadi wajar jika publik menilai ada 'sesuatu' di Kementerian Kesehatan. Dan, kemungkinan itu memang bisa saja terjadi.
Ia menyinggung bagaimana Presiden Joko Widodo pada awal penanganan Covid-19 mendorong vaksin produksi anak bangsa, Vaksin Merah Putih dan Nusantara, namun hingga kini tidak dieksekusi Kemenkes.
Kini berlanjut dengan penggunaan vaksin halal.
"Ada syak wasangka. Bisa jadi, ini ada dugaan bisnis, ada politik dagang, dan itu sangat mungkin bisa terjadi," jelasnya.
Ia meminta Pemerintah, khusus Kemenkes RI memahami sisi batin masyarakat. Bahwa mereka membutuhkan kenyamanan dalam mendukung program pemerintah.
Bukan sebaliknya, justru memunculkan kegaduhan baru di saat pemerintah gencar menggenjot pelaksanaan vaksinasi, dengan mengabaikan rekomendasi dari pihak-pihak terkait.
Baca juga: Ibu Hamil 8 Bulan di Banjarmasin Tewas Tertimpa Beton, Berawal Mobil Box Tabrak Pembatas Parkir
"Kita menunggu adanya politicall will dari Kemenkes. Apalagi kami sudah mendengar persoalan ini akan terus dikawal, bahkan sudah ada pihak yang mendorong agar Menkes diganti karena mengabaikan rekomendasi BPOM, rekomendasi MUI," jelas Zaedi.