TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menceritakan awal kasus dugaan korupsi satelit Slot Orbit 123 di Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Kata Mahfud, saat awal pandemi covid-19 ia mendapat laporan bawah pemerintah harus hadir kembali dalam sidang arbitrase di Singapura karena digugat oleh perusahaan yang bergerak di bidang teknologi yakni Navayo.
Pemerintah, kata dia, digugat untuk membayar kontrak dan barang yang telah diterima Kemhan.
"Saya kemudian mengundang rapat pihak-pihak terkait sampai berkali-kali tetapi ada yang aneh. Sepertinya ada yang menghambat untuk dibuka secara jelas masalnya. Akhirnya, saya putuskan untuk minta BPKP melakukan Audit Tujuan Tertentu (ATT)," kata Mahfud di akun Instagramnya, @mohmahfudmd, pada Minggu (16/1/2022).
Baca juga: Kasus Dugaan Korupsi Garuda Indonesia Jadi Atensi, Kejagung Segera Tentukan Sikap
Baca juga: Kejagung Belum Berencana Periksa Eks Menhan Ryamizard Ryacudu Terkait Kasus Proyek Satelit
Hasilnya, lanjut dia, ternyata ada pelanggaran peraturan perundang-undangan.
Selain itu, negara telah dan bisa terus dirugikan.
"Makanya, saya putuskan untuk berhenti rapat melulu dan mengarahkan agar diproses secara hukum," kata Mahfud.
Mahfud juga mengungkapkan alasan mengapa kasus tersebut baru diungkap sekarang meski peristiwanya diduga terjadi beberapa tahun lalu.
"Loh, Tahun 2018 saya belum jadi Menko, jadi saya tak ikut dan tak tahu persis masalahnya," kata Mahfud.
Baca juga: Pakar Hukum Nilai Keberanian Erick Thohir Jadi Role Model Pemberantasan Korupsi
Baca juga: Temui Jaksa Agung, Panglima TNI Bakal All Out Dukung Penanganan Hukum yang Ditangani Kejagung
Diberitakan sebelumnya, Mahfud mengungkap telah terjadi dugaan pelanggaran hukum di balik kontrak pembuatan Satelit Komunikasi Pertahanan, Kementerian Pertahanan tahun 2015 silam.
Akibat dugaan pelanggaran ini, Indonesia dijatuhi putusan oleh pengadilan arbitrase internasional Inggris dan Singapura yang mewajibkan pembayaran uang dengan total Rp800 miliar.
Potensi kerugian negara ini masih bisa bertambah jika pihak lain yang dirugikan turut menggugat Indonesia ke pengadilan arbitrase.
"Kementerian Pertahanan pada tahun 2015 melakukan kontrak dengan Avanti, padahal anggarannya belum ada, dia kontrak. Kontrak itu mencakup dengan PT Avianti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel dan Telesat," kata Mahfud dalam konferensi pers di Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (13/1/2022).
Adapun duduk perkara dalam pelanggaran kontrak pengadaan satelit komunikasi pertahanan untuk Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur ini, yaitu Kemhan membuat kontrak dengan 6 perusahaan dengan menyalahi prosedur dan melanggar hukum.