Pemerintah Fokus pada Ketersediaan Obat
Dalam keterangan pers tersebut, varian Omicron juga akan menjadi fokus pemerintah.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah akan mengingkatkan cakupan vaksinasi booster di wilayah Jabodetak demi meningkatkan dan mempertahankan kekebalan tubuh dari varian Omicron.
“Selain prokes dan surveilans, juga dipastikan semua rakyat DKI Jakarta dan Bodetabek akan dipercepat vaksinasi boosternya agar mereka siap kalau gelombang Omicron nanti naik secara cepat dan tinggi,” ujarnya.
Kemenkes juga berfokus pada ketersediaan obat agar tidak terjadi kekurangan ketersediaan obat seperti apa yang terjadi ketika puncak gelombang kenaikan kasus akibat varian delta tahun 2021.
Kemudian, Budi menjelaskan, Kemenkes telah mendatangkan 400 ribu tablet Molnupiravir sebagai obat terapi tambahan untuk pasien Covid-19 gejala ringan.
Obat ini telah tersedia di Indonesia dan siap diproduksi di dalam negeri pada April atau Mei 2022 oleh PT Amarox.
Selain Molnupiravir, Kemenkes akan mendatangkan Paxlovid yang rencananya akan tiba pada Februari 2022.
Obat-obat ini rencananya akan didistribusikan secara merata mulai dari rumah sakit pemerintah hingga ke apotik-apotik.
“Obat ini bukan hanya di Puskesmas maupun RS Pemerintah, nantinya juga akan tersedia di apotik-apotik sesuai dengan jenisnya yakni obat yang bisa dibeli umum dan obat yang bisa didapatkan hanya dengan resep dokter,” terang Menkes.
Baca juga: Omicron Tembus 1000 Kasus Per Hari, Muhaimin: Ini Alarm Keras, Jangan Lengah
Gejala Omicron Ringan, namun Lebih Cepat Menular
Terkait kesiapan RS, Menkes Budi mengingatkan, meski menular dengan sangat cepat, namun gejala pasien Omicron tergolong lebih ringan.
Diperkirakan presentase tingkat perawatan jauh lebih rendah dibandingkan varian Delta, bagi pasien terinfeksi Omicron dengan gejala sedang maupun berat yang membutuhkan perawatan di RS.
“Di negara-negara tersebut (yang mengalami puncak kenaikan kasus Omicron) hospitalisasinya antara 30-40 persen dari hospitalisasi Delta, jadi walaupun penularan dan kenaikannya lebih cepat dan tinggi, tapi hospitalisasinya lebih rendah,” ungkap Menkes.