Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menepis segala dugaan atau tudingan dari beberapa pihak yang menyatakan upaya dia dalam melaporkan kedua anak Presiden RI Joko Widodo hanya sebagai panjat sosial (pansos) belaka.
Ubed menyebut, pelaporan yang dilayangkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut murni merupakan upayanya untuk memberantas praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Baca juga: Laporkan Gibran-Kaesang, Ubedilah Dituding Hasto Terafiliasi Parpol: Saya Pernah Mendidik Kader PDIP
"Enggaklah itu sangat, artifisial itu sangat gak penting banget, karena saya yang penting adalah substansinya saja, bahwa praktek KKN harus diberantas," kata Ubed saat bincang dalam Tribun Podcast, Jumat (21/1/2022).
Menurutnya, jika memang mau pansos dan dikenal oleh publik, maka hal tersebut sudah didapatkan oleh Ubed.
Sebab publik kata dia, sudah jauh lebih mengenalnya sebagai pengamat politik sosial.
Tak hanya itu, dalam media sosialpun dirinya mengaku memiliki pengikut yang terbilang tidak sedikit.
"Saya juga punya medsos dan sudah diikuti oleh ribuan followers, jadi ga perlu lah itu alamiah saja," ucap Ubed.
Jika memang disebut laporan ini untuk pansos, kata Ubed, lebih baik dirinya membuat channel sekaligus, bahkan beralis profesi sebagai pesinetron.
Namun hal tersebut tak dilakukan oleh dirinya.
"Gak mengejar itu, kalau mau mengejar ya saya bisa bikin, channel khusus untuk itu kan enggak, atau alih profesi jadi penyanyi atau pemain sinetron kan enggak," tukasnya.
Sebelumnya, Dua anak Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep dilaporkan oleh salah satu pihak ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Adapun pelaporan itu dilayangkan oleh Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang juga merupakan aktivis 98, Ubedilah Badrun.
Baca juga: Ubedilah Badrun: Saya Beri Ruang untuk Pulihkan Kepercayaan Terhadap KPK
"Laporan ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) berkaitan dengan dugaan KKN relasi bisnis anak Presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan," kata pria yang karib disapa Ubed saat dijumpai awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin, (10/1/2022).
Ubed menjelaskan, laporan ini berawal pada 2015, saat itu kata dia ada perusahaan besar berinisial PT SM yang menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan nilai Rp 7,9 triliun.