Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Legislator Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengingatkan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Pragowo agar restorative justice tak diterapkan dalam kasus kekerasan seksual.
"Jangan salah kaprah terkait restorative justice, kita saling ingatkan, kalau terkait kekerasan seksual, tidak ada istilah restorative justice," kata Habiburokhman, Senin (24/1/2022).
Hal tersebut dikatakan Habiburokhman saat rapat kerja dengan Polri di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Habiburokhman kemudian menyinggung salah satu kasus kekerasan seksual di Pekanbaru terhadap siswi di bawah umur oleh anak anggota DPRD setempat yang sempat didamaikan.
"Kalau yang untuk seperti ini tidak ada restorative justice, tindak tegas pelakunya, kalau lari tembak pak seperti bandar narkoba," ucapnya.
Politisi Partai Gerindra itu menyebut kasus yang paling relevan di-restorative justice adalah penyebaran kebencian terkait UU ITE.
Baca juga: Polisi Segera Tetapkan Tersangka Kasus Dugaan Kekerasan Seksual Bocah 10 Tahun di Manado
"Kelompok A laporkan tokoh di kelompok B, kelompok B laporkan tokoh di kelompok B. Bagi kami sudah benar kalau misalnya Polri menindak kedua belah pihak yang melakukan pelanggaran hukum secara tegas, tetapi akan menjadi sempurna apabila kita bisa mengedukasi ya, bahwa kita berhukum bukan sekedar menghantarkan orang ke penjara, tetapi bagaimana kita bisa selesaikan masalah masalah dengan dialog," kata Habiburokhman.
Inti dari restorative justice, dikatakan Habiburokhman, adalah merestorasi kerugian bagi para korban akibat tindakan pelaku.
Baca juga: Legislator Milenial NasDem Soroti Kasus Korban Kekerasan Seksual di Manado yang Tak Ditanggung BPJS
Dia menyebut kerugian terkait UU ITE hanya ketersinggungan, sehingga menurutnya bisa direstorasi jika pelaku sudah meminta maaf.
"Kan orang tersinggung, kalau orang sudah meminta maaf sebagaimana disampaikan Perpol Bapak saya pikir bisa direstorasi," pungkasnya.