TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah akan mengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG) menjadi Dimetil Eter (DME).
Dimetil Eter atau DME adalah suatu senyawa organik dengan rumus kimia CH3OCH3 yang dapat dihasilkan dari pengolahan gas bumi, hasil olahan dan hidrokarbon lain yang pemanfaatannya untuk bahan bakar.
Diketahui, pemerintah melaksanakan groundbreaking proyek hilirisasi batu bara menjadi DME (Dimetil Eter).
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menjelaskan Air Products & Chemical Inc yang merupakan proses investasi perusahaan asal Amerika Serikat (AS) untuk proyek hilirisasi batu bara menjadi DME telah dilakukan sejak 2020.
Baca juga: Pemerintah akan Manfaatkan Dimetil Eter (DME) sebagai Pengganti Gas LPG dan Bahan Bakar, Apa Itu?
Bahlil mengatakan, saat itu, Menteri BUMN Erick Thohir telah melakukan inisiasi dengan Pertamina ke Amerika.
Setelah itu, dilakukan pembahasan lanjutan mengenai teknis dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif.
"Kemudian, dilanjutkan pembahasan teknis dengan Pak Menteri ESDM Arifin Tasrif, tapi barang ini belum bergerak," ujarnya saat acara Groundbreaking Proyek Hilirisasi Batu Bara Menjadi Dimetil Eter (DME)", Senin (24/1/2022).
Kemudian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Bahlil untuk menyelesaikan tugas hilirisasi tersebut ketika dilantik sebagai Menteri Investasi.
"Saya ingat betul, begitu dilantik jadi Menteri Investasi, tugas pertama adalah bagaimana menyelesaikan hilirisasi," jelasnya.
Lalu pada akhir November 2021, pemerintah melakukan penandatanganan kerja sama atau memorandum of understanding (MoU) untuk investasi Air Products sebesar 15 miliar dolar AS di Dubai.
Baca juga: Apa itu DME? Pemerintah akan Memanfaatkan Dimetil Eter sebagai Pengganti Gas LPG dan Bahan Bakar
Baca juga: Fakta Tentang DME (Dimethyl Ether), Hasil Olahan dari Batu Bara yang akan Gantikan Gas LPG
Alasan Penggantian LPG Menjadi DME
Dikutip dari setkab.go.id, proyek hilirisasi batu bara menjadi DME (Dimetil Eter) dikarenakan dana impor elpiji yang terlalu besar.
Dana tersebut mencapai Rp 80-an triliun dari kebutuhan Rp 100-an triliun.
Selain itu, dana tersebut juga harus disubsidi untuk sampai ke masyarakat karena harganya yang sudah tinggi.