TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian prihatin karena belakangan ini kepala daerah terjerat kasus tindak pidana korupsi.
Untuk itu, ia menggelar kegiatan rapat kerja bersama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), dengan Kepala Daerah dan Ketua DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota se-Indonesia.
Acara tersebut digelar secara virtual dari Ruang Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (24/1/2021) kemarin.
Kepada seluruh peserta yang hadir, Mendagri terus mengingatkan tentang bahaya tindak pidana korupsi.
Lagi pula, lanjut dia, kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah, selain berdampak pada individu yang bersangkutan, juga berdampak pada sistem pemerintahan, termasuk kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Baca juga: KPK Selisik Setoran Uang ke Bupati Terbit dari Pengaturan Proyek di Pemkab Langkat
"Saya hanya sekadar mengingatkan bahwa tindak pidana korupsi memang harus kita tekan seminimal mungkin dan ini penting untuk mengubah bangsa kita,” pesan Mendagri.
Menurutnya, sebagaimana hasil analisis yang telah dilakukan Kemendagri, penyebab pertama yakni masih adanya sistem yang membuka celah terjadinya tindakan korupsi.
Termasuk di dalamnya, sistem administrasi pemerintahan yang tidak transparan, politik berbiaya tinggi, dan rekrutmen aparatur sipil negara (ASN) dengan imbalan.
Tito membeberkan sejumlah penerapan administrasi pemerintahan yang membuka peluang terjadinya tindakan korupsi.
Baca juga: Kasus Suap Rahmat Effendi, KPK Panggil Ketua DPRD Kota Bekasi
Hal itu seperti sistem yang masih mengandalkan pertemuan fisik, alur birokrasi yang berbelit-belit dan regulasi yang terlalu panjang.
Penerapan sistem administrasi pemerintahan seperti itu berpotensi memunculkan tindakan transaksional.
Karena itu, lanjut Mendagri, perlunya penerapan sistem administasi pemerintahan yang lebih transparan dan mengurangi kontak fisik.
Hal itu dapat dilakukan dengan memanfaatkan layanan digitalisasi di berbagai bidang, mulai dari perencanaan hingga eksekusi kebijakan. Hal itulah yang memunculkan konsep smart city, smart government dan e-government.
“Banyak saya kira hal-hal tindak pidana korupsi by system karena sistemnya, oleh karena itu perbaikan sistem perlu kita lakukan,” ujarnya.
Sementara itu, penyebab kedua yakni terkait dengan kurangnya integritas yang dimiliki individu, sehingga memunculkan tindakan korupsi.
Baca juga: KPK Terima Pengembalian Uang dari Kasus Bupati Muba Dodi Reza Alex Noerdin
Hal itu juga didorong dengan kurangnya kesejahteraan yang didapatkan oleh penyelenggara negara.
Oleh karena itu, aspek kesejahteraan perlu dipikirkan untuk mencegah terjadinya korupsi. Meski hal itu juga tidak sepenuhnya menjamin mampu menghilangkan perilaku korup.
“Tapi yang hampir pasti kalau semua kurang ya dia berusaha untuk mencari dan akhirnya melakukan tindak pidana korupsi,” jelas Tito.
Penyebab ketiga, yakni terkait dengan budaya (culture). Pasalnya, seringkali ditemukan praktik-praktik yang salah, tapi dianggap benar karena kebiasaan.
Mendagri mencontohkan, adanya pimpinan yang menganggap bahwa prestasi bawahan diukur dari loyalitas yang salah kaprah.
“Budaya-budaya (korupsi) ini harus dipotong, dan ini memerlukan kekompakan dari atas sampai dengan bawah, memiliki satu mindset, frekuensi yang sama,” tuturnya.
Tito berpesan, penyebab-penyebab tersebut perlu diatasi. Namun, upaya itu memerlukan kekompakan dari struktur paling atas hingga jajaran yang di bawah. Mendagri sendiri mengaku telah menyampaikan hal itu kepada jajarannya.
Baca juga: KPK Segera Tahan Tersangka Suap Dana Insentif Daerah Tabanan Bali
Sementara itu, dalam kesempatan tersebut, Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan, kasus tindak pidana korupsi yang menjerat kepala daerah maupun pejabat negara, dapat menghambat tercapainya tujuan negara, sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea keempat.
“Kita tidak ingin negara kita terperosok dan terjerembab ke dalam praktik-praktik korupsi yang akhirnya (menyebabkan) akan gagal dalam mewujudkan tujuan negara kita,” ujarnya.